Kisah Ritual Ogoh Ogoh Menjelang Peringatan Hari Raya Nyepi

TRAVELOUNGE .CO I DENPASAR BALI – Menyambut Hari Raya Nyepi yang jatuh pada tanggal 17 Maret besok, Bali akan menjadi sunyi selama 24 jam. Saat itu pulau menjadi gelap karena tidak ada lampu dinyalakan dan tidak ada yang diperbolehkan di luar ruangan.

Perayaan Hari Nyepi adalah dalam hubungannya dengan Tahun Baru Saka, Hindu Tahun Baru didasarkan pada kalender Saka yang dimulai pada tahun 78. Nyepi berasal dari kata ‘sepi’ yang berarti diam, dan tak seorang pun diperbolehkan di luar rumah atau untuk memiliki cahaya.

Tim penjaga adat yang dikenal sebagai ‘Pencalang’ akan memantau lingkungan pada Nyepi untuk memastikan bahwa orang-orang mengamati tradisi dan tidak meninggalkan rumah atau hotel mereka kecuali dalam keadaan darurat.

Tapi sehari sebelum perayaan nyepi ada tradisi masyarakat di Bali untuk membuat Ogoh Ogoh dan melakukan pawai. Ogoh-ogoh merupakan boneka atau patung beraneka rupa yang menjadi simbolisasi unsur negatif, sifat buruk, dan kejahatan yang ada di sekeliling kehidupan manusia.

Boneka tersebut saat dahulu terbuat dari kerangka bambu yang dilapisi kertas serta diwarnai sesuai dengan karakter patung, biasanya warna hitam atau merah yang melambangan angkara murka.

Seiring waktu, kebanyakan ogoh-ogoh saat ini dibuat dengan bahan dasar styrofoam karena menghasilkan bentuk tiga dimensi yang lebih halus. Pembuatan ogoh-ogoh ini dapat berlangsung sejak berminggu-minggu sebelum Nyepi. Waktu pembuatan sebuah ogoh-ogoh dapat bervariasi bergantung pada ukuran, jenis bahan, jumlah pekerja yang mengerjakan, dan kerumitan desain dari ogoh-ogoh tersebut.

Umumnya, setiap tingkatan masyarakat dari level banjar akan membuat ogoh-ogoh milik wilayah mereka. Kalangan remaja di suatu daerah umumnya menginginkan agar ogoh-ogoh milik daerahnya lebih unggul dari ogoh-ogoh milik daerah lain. Karena itulah, selain sebagai bagian dari ritual tradisi, proses pembuatan ogoh-ogoh juga menjadi wadah pencurahan kreativitas pemuda setempat. Pembuatan ogoh-ogoh dan tehnis pelaksanaan arak-arakannya biasanya dikelola dalam sebuah kepanitiaan yang dibentuk oleh Sekaa Teruna Teruni (semacam karang taruna) di masing-masing banjar.

Pelaksanaan ritual ngrupuk dan pawai ogoh-ogoh berlangsung serempak sehari menjelang Hari Raya Nyepi atau tilem sasih kesanga di setiap banjar di seluruh Bali. Persiapan pawai biasanya telah dimulai sejak sore dan pawai akan berlangsung hingga menjelang tengah malam. Agar dapat berjalan dengan tertib, Pemerintah Bali kemudian mengeluarkan sejumlah kebijakan, antara lain berupa penertiban rute pawai, pemusatan titik keramaian, dan melombakan kreativitas desain ogoh-ogoh yang dibuat oleh masyarakat.

Sejumlah upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pergesekan antar rombongan arak-arakan dari berbagai wilayah dan sekaligus mengemasi ajang tahunan ini menjadi suatu tontonan yang menarik bagi masyarakat pendatang, khususnya para wisatawan.

Untuk wilayah Denpasar, keramaian pawai ogoh-ogoh dapat ditemukan di beberapa tempat. Salah satunya adalah di sekitar Patung Catur Muka Puputan, yang merupakan pusat dari alun-alun Kota Denpasar, dengan rute Patung Catur Muka-Jalan Hasanuddin-Jalan M.H. Thamrin-Jalan Gajah Mada-Patung Catur Muka.

Selain itu, pemusatan keramaian pawai ogoh-ogoh juga diselenggarakan di monumen Ground Zero Kuta, dengan rute Ground Zero-Jalan Raya Kuta-Jalan Singosari-Pantai Kuta-Ground Zero.

Selain di kedua kawasan tersebut, pawai ogoh-ogoh yang diadakan terpusat juga dapat ditemukan di kawasan Renon. Pawai di kawasan Renon berjalan melalui rute McDonald’s Sanur, melalui Bypass Ngurah Rai, kemudian berbelok ke Barat dan berakhir di Jalan Hang Tuah.

Nantinya, ogoh-ogoh terbaik akan diganjar hadiah berupa uang dan piagam. Adapun juri dalam penilaian ogoh-ogoh adalah masyarakat asli Kuta, warga asing yang sudah ditunjuk, dan para pemangku adat di Kuta. Ada juara favorit dan juara ogoh-ogoh versi ahli kesenian Kuta. Pawai ogoh-ogoh menarik minat para turis, baik asing maupun domestik yang berada di Kuta.

Sebagai informasi, ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Adapun harga pembuatan ogoh-ogoh berkisar antara Rp30 juta hingga Rp50 juta. Pawai di jalan Legian, Kuta menjadi salah satu pawai ogoh-ogoh paling ramai di Bali.(Lsw)