Ancaman Bencana Alam Tektonik dan Vulkanik Berpotensi Ganggu Aktivitas Pariwisata

Travelounge

Ancaman Bencana Alam Tektonik dan Vulkanik Berpotensi Ganggu Aktivitas Pariwisata

TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, menjelaskan, posisi Indonesia yang terletak di Cincin Api Pasifik dihadapkan pada berbagai ancaman bencana alam tektonik maupun vulkanik yang berpotensi mengganggu aktivitas pariwisata.

Doni Monardo menegaskan hal itu dalam sosialisasi Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) pada Senin (9/9/2019) di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Kemenpar, Jakarta.

Oleh karena itu, lanjut Doni, keandalan sektor pariwisata dalam menangani kondisi krisis baik alam maupun non-alam merupakan salah satu kriteria utama dalam membangun pariwisata berkelanjutan dan berdaya saing intemasional.

“Kami berharap agar seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) pariwisata perlu memahami risiko bencana alam dan krisis di wilayahnya. Serta membekali diri dengan kemampuan pengelolaan krisis kepariwisataan sebagaimana dalam panduan (SOP) Pengelolaan Krisis Kepariwisataan.“ jelas Doni Monardo.

Doni Monardo melanjutkan, untuk meminimalisir dampak dari peristiwa bencana alam, pemerintah tengah mempersiapkan peraturan yang mewajibkan daerah untuk membuat rencana kontijensi _(contingency plan)_ bencana.

Pada dasarnya, jelas Doni, terjadinya bencana alam; antara lain; erupsi, tsunami, gempa bumi, likuifaksi, banjir, tanah longsor, maupun angin puting beliung, menurutnya, merupakan peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang sehingga mitigasi dan kewaspadaan sangat diperlukan dalam upaya mengurangi risiko korban jiwa dan kerugian harta benda.

“Bila pemerintah daerahnya kuat, kemudian rakyatnya taat peristiwa bencana alam tidak banyak menelan korban. Sebaliknya, jika peran pemerintah tidak kuat dan rakyatnya tidak taat, peristiwa bencana misalnya banjir akan banyak menelan korban jiwa,” tandas Doni.

Sementara itu sebagai payung hukum dalam melaksanakan MKK. Menteri Pariwisata sendiri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pariwisata (Permenpar) Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan.

Baca Juga: Komblik Kemenpar Gelar Sosialisasi Manajemen krisis Kepariwisataan

Permenpar MKK tersebut dijadikan sebagai pedoman bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengidentifikasi, merencanakan, mencegah, menangani dan mengevaluasi Krisis Kepariwisataan agar kepariwisataan nasional, provinsi dan kabupaten/kota terlindungi dan berkesinambungan.

Kepala Biro Komunikas Publik (Komblik) Kemenpar Guntur Sakti yang juga berperan sebagai Ketua Tim Tourism Crisis Center (TCC) menambahkan, Biro Komblik Kemenpar mempunyai tiga program strategis yakni: Pelayanan lnformasi Publik; Publikasi dan Pengelolaan Media; serta Manajemen Krisis Kepariwisalaan (MKK).

“Pembentukan MKK merupakan amanah dari hasil Rapat Koordinasi (Rakor) Pusat dan Daerah dalam rangka mengakselerasikan devisa negara dari sektor pariwisata yang tahun ini diproyeksikan sebesar US$20 miliar.“ urai Guntur Sakti.

Untuk melaksananakan MKK tersebut, Guntur menjelaskan telah dibuat payung hukum berupa Permen No. 10 Tahun 2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan, sedangkan sebagai pedoman pelaksanaannya telah dibuat Prosedur Operasional Standar (SOP): Aktivitasi Tourism Crisis Center (TCC ) sebagai pedoman dalam Pengelolan Krisis Kepariwisataan.

“SOP Pengelolaan Krisis Kepariwisataan ini fokus pada dua aspek penanganan, yaitu; produk (destinasi dan industri) dan konsumen (wisatawan) sejak masa tanggap darurat hingga pemulihan dengan melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, asosiasi dan komunitas pariwisata, serta pemangku kepentingan pariwisata lainnya (Indonesia incorporated),“ ulas Guntur Sakti.

Kementerian Pariwisata sendiri sudah menetapkan tiga daerah sebagai proyek percontohan _(pilot project)_ dalam menerapkan Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK).

Ketiga daerah tersebut, yakni; kepulauan Riau mewakili regional barat, Jawa Barat mewakili regional tengah, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) mewakili regional timur

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyatakan, penerapan MKK ini sebagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi krisis kepariwisataan yang menyebabkan turunnya citra kepariwisataan Indonesia maupun jumlah wisatawan di daerah tujuan pariwisata, kawasan strategis pariwisata, dan daerah wisata lainnya.

Ismail Sidik

Berbagi: