Ketua Komisi VIII DPR RI : Diskon Jadi Modus Baru Travel Umroh Nakal

TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Ketua Komisi VIII DPR RI M. Ali Taher Parasong, menandaskan kalau pengawasan Kementerian Agama kepada biro perjalanan umrah atau travel nakal telah dilakukan, tapi kurang maksimal. Pemberian diskon oleh travel umroh nakal jadi modus baru. Hal ini ia ungkapkan saat menjadi pembicara dalam forum seminar umrah ‘Menuju Pengelolaan Umrah yang Sistemik dan Berkualitas Serta Antisipasi Pemberlakuan E-Umrah’ yang diselenggarakan oleh Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) di Jatinangor, Sumedang, Sabtu, (29/9).

“Masalah umroh ini mengemuka karna pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama tidak terlalu siap sejak awal. Untuk bisa melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan perusahaan yang melakukan wanprestasi, swhingga perusahaan perusahaan itu sendiri mengambil jalan pintas untuk melakukan aktifitas bisnisnya. yang tidak sesuai dengan kaidah kaidah hukum maupun agama,” tandas Ali Taher.

Lebih jauh politisi asal PAN ini menandaskan Kemenag juga lemah dalam melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap lembaga umroh dipelbagai daerah. Termasuk juga kelemahan informasi mengenai jumlah harga minimal yang tidak terpantau oleh Kemenag.” Makanya DPR selalu mendesak pemerintah agar memberikan standar harga minimum. Supaya adanya kepastian dan juga jangka waktu,” katanya.

Selanjutnya, imbuh politisi asal Flores Timur ini, adalah faktor SDM yang mengelola umroh itu sendiri. Menurutnya Kemenag harus paham betul aspek hukum yg dimiliki Arab Saudi maupun regulasi yang ada di Tanah Air. Banyak yang tidak memahami aspek regulasi di Arab Saudi, menyangkut masalah aspek aspek bisnisnya. Karena yang dipahaminya cuma aspek aspek ibadah umrohnya saja. Sedang aspek bisnisnya juga kurang dipahami.

“Aspek bisnisnya itu kan mempertemukan antara produsen dan konsumen. Antara perusahaan penerbangan, antara yang menyediakan akomodasi, konsumsi tidak ada kerjasama sama sekali. Sehingga munculah inisiatif inisiatif oleh pengusaha nakal. Maka lahirlah kasus kasus First travel atau Abu tour. Itu kan terjadi karna lemahnya pengawasan,”urai Ali.

Menurutnya, walaupun sudah diingatkan berkali kali, tetapi karena penegakan itu tidak terjadi sehingga terjadilah booming persoalan umroh seperti sekarang ini. Alhamdulillah DPR RI menemukan solusinya. Yakni harus ada PMA (Peraturan Menteri Agama). Nanti Kemenag yang mengaturnya. Tinggal nanti pelaksanaannya terus dipantau dari waktu ke waktu. Supaya tidak terjadi lagi perusahaan perusahaan bodong yang memberangkatkan jamaah dengan iming iming harga murah.

“Tapi celakanya sekarang ini kita sudah mulai menemukan siasat baru perusahaan yang nakal itu. Dalam praktiknya, mereka memang memakai harga standart 20 jutaan untuk standart Jakarta. Tetapi nanti mereka nanti bersiasat dengan main di diskon gede gedean. Kita harus hati hati dengan praktek seperti ini. Semua harus mengawasi karena ketika mereka main di diskon inilah nanti yang akan meruntuhkan lagi jumlah harga yang benar,” jelasnya Ali.

Ali Taher Parasong mengakui kalau selama ini pengawasan Kementerian Agama kepada biro perjalanan umrah atau travel nakal memang lemah.”Sebetulnya pengawasan ada tapi tidak maksimal. Indikatornya, travel-travel tidak dipanggil, mestinya ada evaluasi bertahap. Evaluasi bisa dilakukan 6 bulan atau setahun sekali. Izin juga ada batas waktunya dan dilakukan pengawasan, travel yang baik bisa dipertahankan, yang tidak baik dievaluasi dan yang buruk bisa dilakukan pencabutan izin,” tandasnya.

Selama ini Komisi VIII belum pernah melihat pengawasan kepada biro perjalanan umrah bermasalah. Dalam berbagai kasus umrah nakal ini, masyarakat tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena sulit medapatkan akses. Karena itu Kemenag perlu melakukan sosialisasi, mana travel yang baik dan bermasalah. Dalam kaitan ini peran aparat Kemenag di daerah, termasuk KUA, turut melakukan sosialisasi mana travel bermasalah dan tidak, sehingga masyarakat bisa memutuskan pilihan terbaik.

“Travel yang bermasalah terus dan tak ada solusi maka diusulkan dicabut ijinnya. Ini jauh lebih penting,” tegasnya. Ada satu lagi yang perlu dikejar, menurutnya, adanya pembiaran oleh travel nakal meski sudah terekspos kasusnya.

“Harus dikejar terus supaya ada rasa nyaman di masyarakat bahwa pembinaan, pengawasan dan monitoring adalah tugas pemerintah. Itu juga sebagai tanda hadirnya negara dalam melayani masyarakat,” katanya mengingatkaan. Lebih lanjut aktivis Muhamadyah ini menjelaskan, Komisi VIII saat raker dengan Kemenag meminta supaya segera dilakukan sosialasi Peraturan Menteri Agama (PMA) No.8/2018 tentang penyelenggaraan umrah.

Umrah harus ada kepastian berangkat, setelah pendaftaran maka paling lama 6 bulan harus berangkat. Untuk kepentingan keberangkatan, maka jemaah harus sudah menerima hak-haknya, yang paling pokok adalah kepastian visanya, tiket PP, dan akomodasi selama di Makah-Madinah.

Misalnya waktu umrah selama 9 hari, harus segera dipenuhi hak-haknya apa yang diperoleh. Dan itu perlu standar minimum biaya, yaitu Rp 20 juta. DPR akan minta pemerintah membuat standar pelayanan minimum antara Rp 20-Rp 26 juta tergantung zonanisasi yang berbeda antara di Jawa dan Indonesia Timur.

Dengan kepastian itu, urai Ali Taher, dewan bisa meminimalisir travel nakal. Dari jumlah sekitar 950 travel hanya sebagian kecil yang memberikan standar pelayanan memenuhi persyaratan, selebihnya bermasalah.

“Kepada travel bermasalah ini, kita minta Kemenag melakukan pengawasan. Juga verifikasi terhadap trave-travel agar memenuhi kewajibannya untuk menyelenggarakan umrah berkualitas, sehingga kenyamanan dan ketertiban jemaah bisa terpenuhi,” pungkas Ali Taher.

Ismail Sidik