TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Pulau Bidadari memiliki sejarah yang menarik. Mulai dari menjadi tempat berlabuh sebelum mendarat ke Jakarta, hingga menjadi benteng pertahanan Belanda.
Pada jaman penjajahan Belanda, tepatnya masa-masa kegiatan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda, tempat ini dijadikan sebagai tempat penampungan bagi orang sakit. VOC pada abad ke-17 membangun sarana dan prasarana rumah sakit (lazaretto) sebagai penunjang untuk menyembuhkan para penderita yang terjangkit, sehingga sebelum bernama Pulau Bidadari, pulau ini bernama Pulau Sakit.
Seperti layaknya pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu, Pulau Bidadari juga mempunyai nama Belanda yakni pulau Purmerend. Pulau Bidadari bersama dengan tiga pulau lainnya yakni Onrust, Cipir (De Kuiper) dan Kelor (Kerkhof), menjadi saksi sejarah penting dimana keempat pulau ini menjadi tempat pertahanan, penyimpanan rempah-rempah sebelum dikirim ke Belanda dan menjadikan pulau-pulau tersebut sebagai area pengawasan atau pertahanan pertama sebelum masuk ke wilayah pemerintahan di Batavia.
Dalam perjalanannya, pulau ini mengalami catatan perang cukup panjang karena banyak yang ingin mendudukinya. Pada tahun 1800, armada laut Britania Raya melakukan penyerangan terhadap pulau tersebut, dan direbut kembali oleh Belanda tahun 1803. Tahun 1806, Britania Raya kembali menyerang dan menghancurkan tempat tersebut sampai ke Pulau Onrust. Peninggalan sisa -sisa peperangan tersebut adalah Benteng Martello.
Baca Juga: Yuk Merasakan Kesegaran Oksigen di Pulau Giliyang Sumenep
Benteng dengan 3 lapis dinding pertahanan ini selesai dibangun pada tahun 1805. Benteng Martello, awalnya adalah bangunan pertahanan yang dibangun oleh Inggris di berbagai daerah jajahannya di seluruh dunia yang terinspirasi dari benteng Mortella di Corsica, Laut Tengah yang dirancang oleh Giovan Giacomo Paleari Fratino. Nama aslinya adalah Mortella seringkali salah diucapkan menjadi Martello (yang berarti “Palu” dalam bahasa Italia). Benteng yang saat ini masih berdiri merupakan sisa dari benteng aslinya yang lebih luas. Sebagian besar benteng runtuh dan rusak karena gempa Jakarta pada tahun 1966 dan akibat letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883, dimana letusan ini adalah salah satu letusan gunung api paling mematikan dan paling merusak dalam sejarah.
Akibat berbagai kerusakan tersebut, pemerintah Hindia-Belanda membangun kembali pulau tersebut, termasuk membangun sarana dan prasarana asrama haji bagi masyarakat yang ingin pergi ke Mekah menggunakan kapal laut. Asrama haji yang dibangun pemerintah Hindia-Belanda berfungsi sampai dengan tahun 1933 sampai akhirnya kembali direbut oleh pemerintah Indonesia, dan sejak saat itu sampai tahun 1970 pulau ini tidak berpenghuni.
Awal tahun 1970-an, PT Seabreez Indonesia (anak usaha PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk) mengelola pulau ini untuk dijadikan sebagai resor wisata. Untuk menarik pengunjung, pulau ini berganti nama menjadi Pulau Bidadari. Pemberian nama Pulau Bidadari pada tahun 1970 memberi pesan tersendiri karena pulau ini menyajikan keindahan alam dan juga sejarah yang panjang. Pulau seluas enam hektar tersebut menjadi obyek wisata dengan berbagai fasilitas serta sarana dan prasarana penunjang bagi masyarakat yang ingin berlibur.
Pulau Bidadari masuk ke dalam Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pulau ini dapat diakses melalui Dermaga Marina Ancol dengan lama perjalanan menuju pulau ini selama 30 menit.
Ismail Sidik