Stasiun Tanjung Priok Pernah Menjadi stasiun termegah di Asia Tenggara

TRAVELOUNGE.CO, JAKARTA – Siapa sangka di Utara kota Jakarta terdapat peninggalan termegah di Asia Tenggara, Stasiun Tanjung Priok yang telah beroperasi kembali. Ternyata tempat ini bukan hanya sekedar stasiun tapi juga merupakan Objek Wisata sejarah.

Objek Wisata Stasiun Tanjung, memiliki pesona keindahan yang sangat menarik untuk dikunjungi. Selain itu juga sangat cocok untuk mengisi kegiatan liburan anda, apalagi saat liburan panjang seperti libur nasional, ataupun hari libur lainnya.

Stasiun Tanjung Priok merupakan stasiun tertua yang berada di seberang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Bangunan yang memiliki bentuk bangunan bercorak art deco ini pun menjadi salah satu cagar budaya DKI Jakarta. Pernah menjadi stasiun termegah di Asia Tenggara pada masanya, stasiun ini memiliki sejarah dalam roda perekonomian Batavia. Konon di dalam bangunan tua ini terdapat terowongan rahasia yang pada zamannya.

Tampak dalam stasiun Tanjung Priok (travelounge.co/Savor)

Sejarahnya menceritakan bahwa terowongan ini terus berlanjut sampai Pelabuhan Sunda Kelapa dan Istana Negara. Namun, kini keberadaan terowongan tersebut masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. Keberadaan Stasiun Tanjung Priok tidak dapat dipisahkan dengan ramainya Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan kebanggaan masa Hindia Belanda itu, dan bahkan berperan sebagai pintu gerbang kota Batavia serta Hindia Belanda.

Stasiun ini selesai dibangun oleh Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda pada 1883 dan baru pada tahun 1885 diresmikan pembukaannya bersamaan dengan pembukaan Pelabuhan Tanjung Priok. Bandar pelabuhan yang dibangun pada 1877 pada masa Gubernur Jendral Johan Wilhelm van Lansberge yang berkuasa di Hindia Belanda pada tahun 1875-1881 itu semakin mengukuhkan perannya sebagai salah satu pelabuhan paling ramai di Asia setelah dibukanya Terusan Suez.

Stasiun Tanjung Priuk terdiri dari dua lantai dengan denah berbentuk huruf U. Bangunan utama menghadap ke arah Pelabuhan Tanjung Priok di sebelah timur laut yang berfungsi sebagai gerbang masuk utama stasiun. Bangunan di kedua sayap yang membujur ke arah barat berfungsi sebagai penunjang kegiatan, salah satunya penginapan bagi penumpang yang menunggu kedatangan kapal laut untuk melanjutkan perjalanan. Kamar-kamar penginapan terletak di sayap kiri yang khusus disediakan bagi penumpang Belanda dan Eropa. Bangunan sayap dilengkapi ruang bawah tanah yang kemungkinan digunakan sebagai gudang logistik.

BACA JUGA: Program Unggulan Percepat Pemulihan Sektor Parekraf

Desain arsitektur Stasiun Tanjung Priuk bergaya art deco dengan permainan garis-garis vertikal dan horisontal yang menjadi ciri khasnya. Bangunan bersiluet simetris yang tampak simpel dan geometris ini didominasi oleh bentuk persegi, baik secara keseluruhan maupun detail bidang-bidang bukaan, pintu-pintu, dan jendela. Garis-garis moulding atau lis atap yang horisontal serta lubang-lubang pada cornice (mahkota) yang menjadi ballustrade (pengaman) pada selasar atap, garis-garis vertikal pada kolom, dan lekukan pada dinding yang menyerupai jendela palsu selain jendela asli berjalusi kayu. Kaca patri dan ornamen profil menghias dinding stasiun. Kesan megah dan kokoh pada bangunan diperlihatkan oleh kolom-kolom besar di beranda utama yang didukung tangga di sepanjang bangunan. Area loket penjualan karcis berbentuk ceruk, dipertegas dengan lapisan dinding marmer, serta deretan jendela kaca yang memudahkan cahaya untuk masuk. Atap peron berupa atap pelana bersusun bentang lebar dengan material kuda-kuda baja dan penutup atap seng gelombang. Kombinasi antara atap datar di bagian depan (area drop off dan bangunan) dengan atap lengkung bermaterial baja (area peron) merupakan perpaduan yang memperkuat karakter arsitektur art deco di Stasiun Tanjung Priuk.

Enam belas tahun kemudian, setelah dibuka pada tahun 1925, Stasiun Kereta Tanjung Priuk mengalami kemunduran. Stasiun kereta ini kalah pamor dari Bandar Udara Kemayoran yang mulai tahun 1940 melayani penerbangan untuk umum. Banyak penumpang yang beralih moda transportasi dari Batavia ke Jawa dan sebaliknya. Jarak stasiun kereta yang agak jauh dari Pelabuhan Tanjung Priuk juga membuat orang enggan meski disediakan kendaraan penghubung semacam feeder yang melayani rute Pelabuhan – Stasiun Tanjung Priuk. Pada saat situasi Perang Dunia II mempengaruhi Batavia stasiun ini pun terabaikan. Saat pendudukan Jepang, Stasiun Tanjung Priuk dimanfaatkan untuk kepentingan perang dan mengirim para romusha ke luar Jawa.

Setelah lama tak berfungsi hingga bangunannya pun terbengkalai, akhirnya pada tahun 2000 stasiun akhirnya di renovasi besar-besaran dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia dan difungsikan kembali sebagai stasiun penumpang pada tahun 2009. Peresmiannya dilakukan pada 28 Maret 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

(Savor)