TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA, 20 Oktober 2018 – Wisatawan milenial akan mendominasi pasar wisata dunia dan kelompok wisatawan yang rata-rata berusia muda 18-34 tahun atau lebih dikenal dengan Generasi Y ini mulai meninggalkan cara berwisata lama. Demikian salah satu hasil kesimpulan hasil dari focus group discusstion (FGD) millennial tourism yang berlangsung di Jakarta, Kamis (18/10/2018).
FGD millenial tourism melibatkan semua unsur Pentahelix pariwisata yakni; akademisi, industri, komunitas, pemerintah dan media, di antaranya pimpinan; perguruan tinggi pariwisata,Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI),Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), pejabat Kemenpar, dan media.
Kali ini FGD yang digelar oleh Deputi Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar yang menghadirkan nara sumber Prof. Rhenald Kasali, Ph.D dari Founder Rumah Perubahan membahas tema seputar berubahan bisnis pariwisata dan tantangannya di era digital dan atau millennial tourism yang ditandai dengan terjadinya dirupsi (disruption) ekonomi pariwisata.
“Milenial (millenials) yang membuat dirupsi di pariwisata. Distrupsi mempersingkat dan menekan harga dengan teknologi sehingga membuat cara-cara lama tidak dipakai lagi. Milinial dan teknologinya bisa menyebabkan harga tidak naik meskipun rupiah turun,” kata Rhenald Kasali.
Rhenald Kasali menjelaskan, ciri milenial tiap negara berbeda-beda dan mereka memiliki kekhasan yang dilatarbelakangai oleh budaya dan lingkungan. Misalnya, milenial Amerika Serikat yang memiliki moto; work hard play hard mereka lebih suka mengumpulkan uang demi liburan yang berkualitas. Sedangkan milenial Eropa dikenal memiliki budget conscious mempunyai kebiasaan travelling hingga 3 kali dalam setahun dan lebih menyukai personal guide.
Lanjutnya, berbeda dengan milenial dari Asia dalam setahun melalukan travelling maksimal 2 kali dengan jarak kurang dari 4 jam dan menggunaan paket tour standar. “Untuk wisatawan milenial China mempunyai pengeluaran yang besar dalam melakukan travelling. Menggunakan paket tour dan lebih suka mencari destinasi yang populer. Selera wisatawan milenial China terjadi peningkatan khususnya dalam menggunakan hotel berbintang dari bintang 4 ke bintang 4,” kata Rhenald Kasali seraya mengatakan, kondisi tersebut berbeda dengan wisatawan milenial India lebih banyak dengan bujet paket tour dan family trip. “Wisatawan India agak pelit terutama dalam bayaran dan ngasih tip wisata,” katanya.
Baca Juga: Kabar Gembira, Kemenpar Kembali Gelar APWI 2018 dengan Total Hadiah 300 JUTA
Lalu bagaimana dengan wisatawan milenial Indonesia? Wisatawan milenial Indonesia dominan memilih travelling di dalam negeri atau domestik ataupun destinasi di kawasan Asia Tenggara atau region. “Destinasi di dalam region yang anti-mainstream sangat disukai wisatawan melinial Indonesia,” papar Rhenald Kasali.
Sedangkan menurut Deputi Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Rizki Handayani, tahun 2019 lebih dari 50 persen dari tiap pasar pariwisata Indonesia sudah merupakan milenial. “Wisatawan milenial akan terus tumbuh dan menjadi pasar utama,” kata Rizki Handayani.
Imbuhnya lagi, pasar pariwisata Asia didominasi wisatawan milenial berusia 15-34 tahun mencapai hingga 57 persen. Di China generasi milennial akan mencapai 333 juta, Filipina 42 juta, Vietnam 26 juta, Thailand 19 juta, sedangkan Indonesia 82 juta.
Rizki Handayani mengatakan, banyak negara mulai menyasar pasar milenial Indonesia, seperti Korea dan Jepang, dengan gaya promosi dan iklan visual, promosi kebudayaan, kuliner, dan lainnya sangat menyasar wisatawan milennials kita. ”Saya berharap di 2019 Indonesia tidak kecolongan dalam mengantisipasi potensi wisatawan milennial,” katanya.
Ismail Sidik