Digoda Sensasi Pedas Nasi Tempong Khas Banyuwangi

Travelounge

Digoda Sensasi Pedas Nasi Tempong

TRAVELOUNGE.CO I BANYUWANGI – Kangen dengan rasa pedas? Cobalah Nasi Tempong. Melihat tampilannya, memang seolah tidak ada yang istimewa dari kuliner asli Banyuwangi, Jawa Timur ini. Tapi cobalah dan nikmati sensasi pedas nasi tempong. Ditanggung tergoda dan bisa ketagihan lepas “ditampar” kuliner khas Banyuwangi ini.

Jadi kesederhanaan tampilan Nasi Tempong tidak menghalangi kelezatannya. Dengan isian mulai dari nasi putih, dilengkapi dengan potongan tempe, tahu, dan ikan yang ditambahkan lalapan berupa sayuran rebus mulai dari kol, bayam, juga terung.

Sulit dipungkiri menu ini menjadi istimewa adalah karena sambalnya. Pedasnya cabai rawit, menyatu dengan kesegaran tomat ranti dengan aroma terasi khas Banyuwangi menghadirkan sensasi yang sulit dilupakan.

Semuanya diulek menjadi sambil dadak sehingga kesegerannya sangat terasa, membuat siapapun serasa “tertampar” akan kesegaran dan rasa pedas dari sambal Nasi Tempong. Inilah yang menjadi latar penyebutan Nasi Tempong. Yakni yang dalam bahasa Osing, bahasa daerah Banyuwangi, “tempong” berarti “tampar”.

Ngiler mencicipi? Tak usah khawatir untuk menyantapnya, sebab kini deretan penjual Nasi Tempong di Banyuwangi sudah mulai beroperasi kembali dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Digoda Sensasi Pedas Nasi Tempong

Salah satunya adalah Nasi Tempong Mbok Wah yang sangat terkenal. Lokasinya ada di Jalan Gembrung Nomor 220, Glagah, Bakungan, Banyuwangi, Jawa Timur.

Asyiknya lagi menuju lokasi ini pengunjung seolah berpetualang karena lebih dahulu diajak menyusuri jalan yang sedikit sempit namun tetap bisa dilewati kendaraan roda empat. Lokasinya tepat berada di pinggir jalan namun sedikit tinggi.

Setelah sedikit menaiki tangga, para pengunjung bisa memilih lebih dulu lokasi makan. Jika ingin santai sambil lesehan, bisa memilih lokasi di sebelah kiri warung makan. Sementara di sisi kanan, berjejer meja dan bangku yang juga bisa jadi pilihan.

Sementara di bagian tengah rumah makan, tersaji pemandangan yang dijamin membuat siapapun tergugah seleranya. Deretan menu pendamping Nasi Tempong tersaji dan tersusun dengan rapi. Mulai dari pilihan ikan yang digoreng, udang, paru, (nus) cumi hitam, hingga satai telur puyuh.

Dan yang paling menarik perhatian adalah sambal nasi Tempong yang diulek di atas cobek berukuran besar. Sambal ini dibuat dadakan saat pelanggan datang dan disesuaikan dengan jumlah yang datang.

Nasi putih hangat dengan potongan tahu dan tempe serta ikan asin yang garing, terasa sangat nikmat dengan rasa sambalnya yang pedas-asam nan segar. Belum lagi dengan sayuran rebusnya yang masih garing dan manis.

Jangan lewatkan menu lainnya seperti udang goreng tepung, juga paru goreng serta nus (cumi) hitam. Renyah dari tepungnya menyelimuti rasa udangnya yang manis. Begitu juga dengan paru goreng, garing di luar namun lembut di dalam.

Baca Juga: Pelaku Kuliner Didorong untuk Cepat Beradaptasi di Masa Normal Baru

Kekenyalan dari nus (cumi) hitam juga terasa segar, apalagi dengan kuahnya kala diaduk dengan nasi dan sambal. Sedap tak terkira. Untuk yang tidak terlalu suka pedas, pengunjung bisa minta dibuatkan dengan rasa pedas yang tak terlalu “menampar”.

“Kunci dari kesegaran sambal ini memang yang dibuat baru, saat pelanggan datang. Sehingga rasanya akan selalu segar,” ujar Towi, selaku pengelola rumah makan Sego Tempong Mbok Wah.

Adik dari Mbok Wah ini mengatakan, awalnya menu ini menjadi andalan masyarakat Banyuwangi untuk bekal mereka ke sawah.

Namun seiring waktu dengan rasanya yang khas dan semakin terbukanya Banyuwangi sebagai destinasi wisata, membuat masakan ini jadi banyak diburu wisatawan. Karena itu kemudian banyak disajikan menu-menu pendukung lainnya.

“Tapi kuncinya semuanya harus selalu segar, bahan-bahannya segar. Makanya kita harus selalu baru, kalau diinapkan rasanya sudah berubah. Kita sesuaikan dengan pengunjung yang datang,” kata Towi.

Dalam satu hari, Towi mengatakan, warung yang dikelolanya ini bisa menghabiskan lima kilogram cabai rawit untuk sambal. Namun sejak pandemi COVID-19, jumlahnya tidak seperti biasanya karena jumlah pengunjung yang menurun drastis. Bahkan ia harus menutup usahanya dalam waktu yang cukup lama.

Namun dengan penanganan COVID-19 di Banyuwangi, ia bersyukur karena sudah mulai membuka kembali usahanya dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dikatakannya juga melakukan pendampingan dan pengawasan dengan ketat.

“Semua karyawan yang masuk dipastikan kesehatannya, dengan cek suhu tubuh dan menggunakan masker dan pelindung wajah. Tempat cuci tangan dan hand sanitizer juga kami siapkan di setiap area rumah makan,” kata Towi.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebelumnya telah membuat timeline tahapan pemulihan untuk sektor pariwisata daerah yang dibagi dalam tiga tahapan. Yakni _emergency_, _recovery_, hingga penerapan normal baru. Saat ini Banyuwangi telah memasuki fase pemulihan yang diisi dengan edukasi dan sosialisasi tentang protokol yang akan berlaku di masa “new normal” kepada para stakeholder pariwisata daerah.

Pemkab Banyuwangi juga telah memberikan pendampingan dan sertifikasi kesehatan termasuk restoran dan warung rakyat.

“Dengan sertifikasi ini, kami berharap wisatawan yang datang merasa nyaman dan aman menikmati kuliner di warung rakyat,” kata Azwar Anas.

Sebelumnya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam menyiapkan protokol kenormalan baru di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan parekraf termasuk masyarakat.

“Banyuwangi bisa menjadi contoh daerah lain dalam kesiapan menjalankan protokol kesehatan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Pesan Presiden harus betul-betul disiapkan sebuah standar yang menjadi kultur kebiasaan baru dan terus disosialisasikan secara masif dan diikuti dengan uji coba serta pengawasan agar betul-betul standar protokol kesehatan dapat dijalankan di lapangan,” kata Wishnutama.

ismail Sidik

Berbagi: