TRAVELOUNGE.CO | JAKARTA – Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Wakil Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Angela Tanoesoedibjo, mengatakan Kemenparekraf/Baparekraf berkomitmen untuk memperkuat kesejahteraan pekerja perempuan di sektor seni dan kreatif dengan menghadirkan berbagai kebijakan.
Hal tersebut disampaikan Wamenparekraf Angela Tanoesoedibjo hadir dalam diskusi virtual Indonesia Contemporary Art and Design (ICAD) 2021 di Jakarta, Senin (8/11/2021).
Angela mengungkapkan, ada banyak permasalahan yang dihadapi para pekerja seni perempuan, seperti mulai minimnya perlindungan, minim representasi, ketimpangan upah, kondisi kerja yang intens and emosional, serta ketidakpastian dalam perkembangan karier yang akhirnya berdampak kepada kesehatan fisik dan mental para pekerja perempuan. Padahal, pekerja perempuan turut berkontribusi terhadap keberlangsungan ekosistem seni di Indonesia.
“Kemenparekraf tentunya berpihak kepada kesejahteraan para pekerja perempuan di sektor seni dan kreatif. Dengan adanya diskusi yang terjadi pada hari ini, serta berbagai masukkan yang diberikan, kami yakin ini bisa menjadi pijakan awal bagi kita bersama untuk mewujudkan kebijakan dan program yang betul-betul bisa memberikan dampak kepada para pekerja seni perempuan,” kata Angela.
Saat diskusi yang juga dihadiri tiga pembicara, yaitu Rara Sekar; seorang musisi dan peneliti, Kartika Jahja; Musisi dan Aktivis, dan Ratri Ninditya; Koordinator Peneliti Kebijakan Koalisi Seni, Wamenparekraf Angela mengatakan, ada beberapa hal yang dapat diinisiasi dan disinergikan bersama Kemenparekraf.
BACA JUGA: Mercedes-Benz OF 917 Tampil Aman dan Mewah di Tangan Karoseri Laksana
Pertama, terkait kebijakan. Dibantu Direktorat Regulasi Kemenparekraf, pihaknya akan melihat kembali kemungkinan apa yang bisa dilakukan untuk mengisi kekosongan produk hukum perlindungan terhadap pekerja seni termasuk pekerja informal yang inklusif dan berkelanjutan.
“Sejauh ini kami memiliki Undang-Undang Ekonomi Kreatif untuk melindungi semua pelaku ekonomi kreatif, termasuk seniman dan pekerja lepas atau informal. Pasal 10 UU Ekraf secara eksplisit ditujukan untuk melindungi pelaku ekonomi kreatif dengan mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif, berupa pengembangan riset; pengembangan pendidikan; fasilitasi pendanaan dan pembiayaan; penyediaan infrastruktur; pengembangan sistem pemasaran; pemberian insentif; fasilitasi kekayaan intelektual; dan pelindungan hasil kreativitas,” katanya.
Kedua, lanjut Angela, untuk menciptakan SDM berdaya saing dan kompeten, pemerintah telah menerapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk industri kreatif termasuk pekerja seni dan kreatif. SKKNI tersebut untuk sektor musik, seni rupa, seni pertunjukan, film, fotografi, fashion, kriya, kuliner, desain grafis, animasi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
“Harapannya ini dapat memastikan ketersediaan supply sesuai dengan kebutuhan dunia industri seni dan kreatif terkini. Industri kreatif yang kondusif tentunya akan membantu menciptakan lahirnya pekerja-pekerja yang kompeten sehingga dapat melahirkan sumber ekonomi baru serta peluang kerja,” katanya.
Ketiga, dibantu dengan Direktorat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ekonomi Kreatif, sinergi juga bisa dilakukan dalam peningkatan kapasitas pelaku seni dan kreatif. Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pekerja serta mendukung pekerja memiliki daya saing yang tinggi.
“Kami berharap, ke depannya Kita bisa bersinergi dalam mewujudkan standar usaha dan kompetensi bagi sektor seni dan kreatif yang mampu mendukung upaya perlindungan kepada para pekerja seni, termasuk pekerja seni perempuan. Karena masih banyak Standar Kompetensi sektor ekraf yang sedang kami dikerjakan saat ini dan akan dikembangkan di tahun 2022 mendatang,” ujarnya.
(Ismail Sidik Sahib)