Deregulasi di Era Cyber Tourism, Ketika Pariwisata Jadi Sektor Unggulan

Travelounge

TRAVELOUNGE.CO I BANDUNG – Pariwisata menjadi sektor penting bagi Indonesia dan menjadi unggulan. Bukan hanya stakeholder sektor lainnya harus siap mendukung guna mengembangkan pariwisata. Demikian di tegaskan Sesdep Pengembangan Pemasaran 1 Kementerian Pariwisata Edy Wardoyo dalam seminar Deregulasi di Era Cyber Tourism, yang digelar di Mandalawangi Hall, STP, Bandung.

Menurutnya tantangan pariwisata sangat berat terlebih target 17 juta harus tercapai, bagaimana mewujudkan apa yang sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo. Terlebih tantangan deregulasi m bergerak cepat di jaman milenial. Negara lain, khususnya Asean, terus bergerak cepat untuk mengembangkan pariwisatanya masing masing. Salah satu yang cukup gencar adalah Vietnam..

Sejatinya tantangan pariwisata memang tidak ringan. Namun jika semua bergandengan tangan untuk membawa peran dalam menggali segala potensi serta mau berbuat untuk kepentingan pariwisata Indonesia, kedepannya pariwisata akan terus berkembang.

Sementara Tenaga Ahli Menteri Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata sekaligus Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana I Gde Pitana menguraikan, 10 tahun lalu UNWTO memegaskan pariwisata pasti mengalami kemajuan. Kenaikan mencapai 20 juta namun di tahun 2020 mencapai 1,6 miliar. Di mana pertumbuhan selalu naik dan mencapai 3,2 persen dan pertumbuhan di 2017 yakni 6,2 persen.

Sejak tahun 2015 pertumbuhan di negara berkembang termasuk Indonesia mengungguli negara maju termasuk Eropa. Bahkan pertumbuhan wisman ke negara berkembang 2 kali lebih cepat dibandingkan negara maju.

Ada tiga titik perjalanan, yakni pertama origin, yakni daerah wisatawan itu berasal. Lalu kedua destinasi kemana dia menuju. Ketiga ada transit origin atau daerah perlintasan.

Selain itu kita harus melihat permintaan pasar yang dikenal tourism demand, yakni jumlah orang bepergian, maka ada travel propensity di mana ada persentase populasi yang melakukan perjalanan wisata dalam satu tahun. Travel propensity juga dipengaruhi oleh faktor makro, mikro dan intermediary.

Faktor makro adalah pertumbuhan ekonomi dan itu yang penting, situasi politik serta karakteristik populasinya dan yang terakhir soal keamanan. Mikro yakni gaya hidup, jenis pekerjaan, motivasi perjalanan, jiwa petualang, tahapan dalam siklus hidup.

Baca Juga: Menpar Kejar Target 3,4 Juta Cross Border Tourism di Atambua

Lalu itermediary dilihat dari harga, sistem transportasi, fasilitas akomodasi dan aktivitas kalangan industri dalam pemasaran dan promosi.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2016, 2017, 2018 semua pasar tumbuh dengan baik. India misalnya 7,2 persen, China 6,7 persen. Selain itu ada pula pertumbuhan outbound atau jumlah orang keluar dan semua pasar yang ditargetkan Indonesia meningkat.

“Lalu ada lagi perubahan psikografi pasar. Kalau dulu sangat sedikit menggunakan digital. Dulu menggunakan travel Agent dan sekarang semua serba menggunakan internet,” urai Pitana

Dengan segala percepatan perubahan itu, bagaimana pariwisata Indonesia ke depannya? Nah, diihat dari kesiapan destinasi, lalu di 2019 akan ada pilpres dan pileg, kemudian beruntunnya bencana alam. Semuanya harus disikapi dengan bijak dan tertata. ” Bencana alam adalah hal yang biasa di mana saja, jangan dibuat berlebihan selain itu soal terorisme. Ternyata bukan hanya di Indonesia, terorisme pun terjadi di negara maju, semisal di Inggris dan Prancis,” jelas Pitana lagi.

Lalu lanjutnya soal kondisi pasar Indonesia. Menurutnya pertumbuhan pasar pariwisata di Indonesia akan semakin bertambah. Jika dilihat dari destinasi maka Indonesia sudah siap. Destinasi tidak selamanya harus siap dahulu, namun bisa kita benahi secara perlahan untuk siap menerima wisatawan.

Kemudian jangan pula ada kekhawatiran berlebihan soal pilpres dan pileg di Indonesia. Soal sosial politik di Indonesia akan berlangsung aman jika dilihat dari masa ke masa. Selanjutnya isu terorisme bukan hanya di Indonesia melainkan terjadi pula di Perancis, Amerika, Jerman.

“Yang patut dicermati, negara pesaing sangat serius mengembangkan pariwisata untuk menggaet pasar dari Indonesia,” kilas Pitana.

Ismail Sidik

Berbagi: