Melongok Penglipuran, Desa Adat yang Eksotis

Travelounge

Desa Adat Penglipuran

TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Bali, sepotong surga yang ada di bumi. Apa pun yang ada di dalam atau yang berkaitan dengannya seolah ditakdirkan menjadi indah dan menyenangkan. Tengoklah alam, seni, budaya, tradisi dan spritualitas Bali yang sangat lekat dengan keindahan dan keeksotisan. Salah satunya adalah Desa Adat Penglipuran yang eksotis.

Yah, salah satu keeksotisan Bali bisa kita jumpai di Desa Adat Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali. Rasanya menyambangi Pulau Dewata menjadi tidak lengkap bila tidak menjejakan kaki ke Desa ini.

Desa adat yang juga menjadi  salah satu desa wisata di Bali ini boleh dibilang tidak pernah sepi pengunjung. Para wisatawan baik wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) selalu riuh ke desa ini. Saban hari, ratusan bahkan  ribuan pelancong asik menikmati desa yang sangat eksotis ini.

Wisatawan Desa Adat Penglipuran Wisatawan Desa Adat Penglipuran 1

Kerennya lagi, meski termasuk desa adat,  masyarakat Desa Penglipuran sangat ramah menyambut wisatawan yang datang. Dan ini juga sesuai dengan falsafah Kalapatra yang masih mereka pertahankan hingga zaman kekinian.

Ketua Adat Desa Penglipuran I Wayan Supat menguraikan, Kalapatra adalah falsafah masyarakat desa setempat yang tidak kaku melihat budaya orang lain. Bisa jadi hal inilah yang membedakan Desa Adat Penglipuran dengan desa adat lain di Indonesia.

Mempertahankan Adat Desa Penglipuran

“Desa ini sangat  terbuka dan para penghuninya bisa menikmati budaya orang lain,”  lanjutnya. Tapi meski  begitu, masyarakatnya  tetap  menjaga dan melestarikan budaya warisan leluhur meraka.

Penglipuran sendiri memiliki beberapa makna. Penglipur artinya menghibur. Kemudian ada juga yang menyembur pengeling pura. Eling itu artinya mengingat, sedangkan pura artinya tanah leluhur. Jadi penglipuran itu sarat makna yang sangat adiluhung.

Keelokan lainnya, Desa Penglipuran yang luasnya sekitar 112 hektar ini dikelilingi oleh pohon-pohon bambu. Bambu ini pula yang banyak dimanfaatkan warga desa untuk pelbagai kebutuhan. Baik untuk rumah maupun untuk kreativitas seni. Memang pada awalnya desa ini merupakan desa konservasi hingga akhirnya dijadikan obyek wisata tradisional.

Baca Juga: HUT Kota Tabanan Hadirkan UMKM dan Bagikan 2000 Gelas Kopi Gratis

Desa ini  melakukan konservasi budaya sejak tahun 80-an, dan dilakukan secara bottom up oleh warga Panglipuran. Konservasi tersebut bukan bertujuan menjadikan desa ini sebagai desa wisata, melainkan agar orang Bali khususnya orang Panglipuran memiliki akses fleksibilitas Desa Kala Patra.

“Desa itu tempat, Kala yang berarti waktu, dan Patra yang berarti manusia keadaan, situasi dan toleransi konservasi dilakukan. Tapi kita fleksibel, melestarikan budaya dan menerima pengaruh budaya modernisasi,” ujar I Wayan Supat.

Suasana Alami Desa Adat Penglipuran

Kalau kita perhatikan dengan seksama, hutan bambu yang ada dibiarkan mengelilingi desa sekaligus menjadi daerah resapan air. Masyarakat desa menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam.

“Di Desa penglipuran atau Bali pada umumnya tidak akan terjadi seperti apa yang  terjadi dibeberapa daerah di tanah air.  Kami saling melindungi satu dengan yang lain. Itulah pintarnya tetua adat kita. Kami di sini konsisten seperti itu,” paparnya.

Masyarakat desa adat ini sebagian besar bekerja sebagai petani. Namun ada juga yang bekerja di luar negeri. Namun, Supat berkeyakinan suatu saat mereka akan kembali ke tanah leluhurnya.

Wisatawan Desa Adat Penglipuran 5

Uniknya lagi, setiap sudut Desa Penglipuran bisa menjadi spot foto yang menarik. Bila menyambangi  desa ini jangan lalai untuk membidik spot-spot cantik dengan kamera atau handphone. Rumah penduduk, tempat ibadah, aktivitas masyarakat, tata ruang dan view desa sangat sayang bila diabaikan.

Desa Panglipuran memiliki rumah dengan konsep yang serupa dari rumah satu ke rumah lainnya. Bahkan, penempatan pura, tempat tinggal, dan tempat membuang hajat juga tertata sama.

Yang lebih asik, rumah rumah penduduk sangat terbuka untuk disambangi pengunjung. Kita bisa berbincang ringan dengan penghuninya sembari menikmati kekhasan rumah itu. Tentu saja setiap rumah disini sarat dengan keindahan yang tervisual dari arsitekturnya. Juga bisa dari karya seni yang ada di rumah itu, semisal lukisan, patung, ornamen, cinderamata dan sebagainya.

Baca Juga: Penganugerahan ISTA 2018 Sebagai Apresiasi Penerapan STDev

Selain menyuguhkan rumah yang kental dengan adat Bali, pengunjung juga bisa menginap di kawasan desa wisata Panglipuran ini. Cukup dengan merogoh kocek sebesar Rp 500 ribu dapat menginap semalam di kawasan ini.

Desa Penglipuran memang sudah terkenal di mancanegara. Hal ini juga ditandai dengan beberapa penghargaan yang pernah diraihnya. Menteri Pariwisata Arief Yahya sendiri pernah mengatakan, Desa Penglipuran pernah meraih penghargaan desa terbersih dunia. Bahkan tahun lalu desa ini mendapatkan Green Gold Award ISTA 2017 untuk kategori Sosial Budaya.

Desa ini juga pernah dinobatkan sebagai 3 desa terbersih oleh Bombastis Global. Jadi tidak heran jika memasuki desa ini kita tidak melihat sejumput sampah yang berserakan. Dengan menanamkan pada warga Panglipuran akan ketakwaan kepada Tuhan, toleransi dengan sesama manusia serta mencintai lingkungan miliknya itu, menumbuhkan kesadaran untuk menjaga lingkungan agar selalu bersih.

Banyaknya wisman dan wisnus yang berkunjung membuat perekonomian masyarakat di desa ini semarak. “Desa Penglipuran di Bali berhasil meningkatkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut hingga 158% dan pendapatan desa melonjak hingga 240%. Tahun 2017 wisatawan yang berkunjung ke Penglipuran sebanyak 183.000 orang dan PAD desa meningkat menjadi Rp 5,7 miliar,” kata Arief Yahya.

Ismail Sidik

Berbagi: