travelounge.co Jakarta – Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 di Banjarmasin, Bumi Lambung Mangkurat, beberapa hari lalu tercatat sukses menyebarkan dan memperkuat gagasan tentang ketahanan pangan dan kemandirian bangsa hingga menjadi isu penting dan perbincangan publik secara nasional.
Keberanian kepengurusan PWI Pusat di bawah kepemimpinan Hendry Ch Bangun, Ketua HPN 2025 Raja Pane, Ketua PWI Kalsel H Zainal Helmie dan dukungan penuh tuan rumah, dalam hal ini Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) H. Muhidin patut diacungi jempol.
Berulang kali Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun menyebut ketahanan pangan bukan isu “sexy” untuk diberitakan di media massa. Tapi, tambahnya, tugas wartawan bukan hanya memberitakan yang viral tapi juga memberitakan isu-isu penting bagi hajat hidup orang banyak.
Tidak heran jika Ketua Panpel HPN 2025, Raja Pane memberikan panggung besar untuk membahas isu ketahanan pangan dan Prabowonomics. Salah satunya seminar bertajuk “Pers Mendorong Terwujudnya Ketahanan Pangan Nusantara”.

Hal yang “mengejutkan”, sedikitnya ada dua tokoh nasional yang sama-sama menyoroti secara mendalam terkait peran pers dalam ketahanan pangan dan isu-isu nasionalisme lainnya. Bedanya Menteri Kebudayaan DR. Fadli Zon lebih merujuk pada pendapat Guru Bangsa, Ki Hajar Dewantara dan tulisan sosiolog kondang Benedict Anderson dalam bukunya “Imagined Communities”.
Sementara Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun menjabarkan peran strategis pers dari perspektif sejarah.
Hendry Bangun pada acara puncak HPN 2025 tanggal 9 Februari, mengatakan sejak awal berdirinya tahun 1946, PWI memposisikan diri sebagai organisasi Merah Putih, berwawasan kebangsaan, NKRI. Ini salah satu keputusan penting Kongres I PWI, yakni wartawan wajib menjaga kedaulatan bangsa.
“Jadi, sejak awal PWI tak hanya bicara jurnalistik tapi juga masalah kedaulatan bangsa. Kemandirian Bangsa. Ini sesuatu yang luar biasa,”ujar Hendry Bangun.
Faktor sejarah inilah yang menjadi benang merah dengan tema HPN 2025 dan program Pemerintahan Prabowo-Gibran, salah satunya ketahanan pangan.
“Kehidupan pers harus sejalan dengan tujuan besar bangsa. Ini tugas media massa untuk mengawal program ketahanan pangan,” tambahnya.
Namun, kata ketum PWI Pusat, pers tidak mengekor pemerintah. Karena pers juga mengakui dan menghormati keragaman budaya, etnis, agama dan politik. Pers harus melakukan kontrol sosial.
Isu ketahanan pangan dan pers tak bisa dipisahkan. Sebab ini melibatkan banyak pihak. Tidak bisa hanya dilakukan Kementerian Pertanian karena pekerjaan rumahnya sangat banyak yang harus diselesaikan. Bukan hanya soal benih, pupuk, pembukaan lahan baru, dan lain-lain.
Hj Shinta, Ketua Kadin Kalsel mengatakan, salah satu PR besar untuk ketahanan pangan adalah mengubah “mindset” para petani di Kalsel. Saat ini, tambahnya, mindset petani di Kalsel, cukup panen sekali setahun karena itu sudah cukup untuk kebutuhan keluarga. “Kalau mindset tak diubah susah mencapai target ketahanan pangan,”tambahnya.
Tak berlebihan jika Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut HPN 2025 di Banjarmasin tanggal 7-9 Februari—- dan dihadiri pengurus dan anggota dari 30 PWI provinsi, dari Sabang sampai Merauke—sebagai momentum penting bagi insan pers, tapi juga seluruh rakyat Indonesia yang mengandalkan pers sebagai pilar demokrasi, sumber informasi dan penjaga memori kolektif bangsa.
“Pers yang baik adalah yang mengajar dan mendidik, bukan hanya mengabarkan,” kata Fadli Zon mengutip guru bangsa, Ki Hajar Dewantara.
Di akhir sambutannya, Fadli Zon menyampaikan sebuah pantun cantik di hadapan kurang lebih 2.000 tamu undangan acara puncak HPN 2025.
Kapal berlayar di Martapura,
Singgah sejenak di tepi rawa.
Pers kawal pangan untuk negara,
Bangsa mandiri, sejahtera dan berbahaya. (Herry Sinamarata)