TRAVELOUNGE.CO | JAKARTA – Wakil Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) Rifat Sungkar mengatakan, terhambatnya perkembangan kendaraan listrik di Indonesia, salah satunya karena kurang diperhatikannya persepsi masyarakat terhadap produk otomotif masa depan ini. Indonesia belum memiliki “marketing tools” untuk menggerakkan masyarakat—Beralih dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
Rifat Sungkar, pembalap dari Generasi X—- lahir di Jakarta, 22 Oktober 1978—- mengaku tadinya tak menyukai kendaraan listrik dan menganggap ajang balap mobil listrik Formula E tidak menarik. Alasannya sederhana, karena mobil listrik tak bersuara. Tentu ada alasan lain.
Sebaliknya, kendaraan konvensional— yang menggunakan bahan bakar fosil— dipersepsikan keren. Sebagai pembalap dia sangat menyukai raungan suara mobil balap yang berisik sehingga menambah adrenalin pembalap sekaligus menggairahkan ajang balap Formula 1.
“Saya tidak suka mobil listrik karena tak ada suaranya. Jadi, persoalan kendaraan listrik di Indonesia adalah persoalan persepsi, selain persoalan infrastuktur dan harmonisasi peraturan. Dan, persepsi sangat bertenaga dan bisa menggerakkan orang beralih ke mobil listrik. Oleh karena itu, Indonesia perlu punya marketing tools untuk kendaraan listrik,”ujar Rifat Sungkar saat bicara pada sesi diskusi “The Era of Electric Vehicle” dalam event Jakarta Marketing Week 2023 di Grand Atrium Kota Kasablanka, Jakarta, tanggal 14 Juni hingga 18 Juni 2023.
Electric vehicle, kendaraan listrik, sesuai namanya menggunakan baterai. Berbeda dengan kendaraan biasa yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Namun, perbedaan tersebut tak masalah bagi Generasi Mileneal dan Generasi (Gen) Z karena mereka menyukai isu-isu yang berkaitan lingkungan. Sehingga tak heran jika Formula E berhasil menggaet anak muda generasi milenial dan Gen Z karena di-branding sebagai “environment friendly”.
“Kampanye Formula E berhasil menggerakkan anak muda. Environment menjadi lifestyle. Branding ramah lingkungan. Bebas polusi, dari sampah, asap hingga bahan bakar fosil. Sekarang khalayak sudah mengenal Formula E, padahal delapan tahun lalu event-nya nggak pernah kedengaran,”ujar Rifat Sungkar.
Rifat Sungkar punya adik ipar, Vanesha Prescilla (23), bintang film pemeran Milea di “Dilan 1990”. Suatu ketika Rifat mengajukan pertanyaan kepada Vanesha, “Kalau kamu beli mobil, mau pilih mobil apa?”
Anak muda Gen Z, kelahiran Jakarta, 25 Oktober 1999 itu, menjawab, “Akan beli mobil listrik Tesla.” Vanesha mengaku tak khawatir dengan mobil listrik yang menggunakan baterai. Mobil listrik memiliki teknologi maju yang terus berkembang dan ramah lingkungan.
BACA JUGA :
Letkol Tituler Deddy Corbuzier dan Brigjen TNI Sarwono, Ajak Warga Bela Negara
Sekali lagi, pernyataan Vanesha menunjukkan Generasi Milineal dan Gen Z peduli “environment friendly”. Untuk lebih memperkenalkan dan melakukan percepatan kendaraan listrik di Indonesia, perlu dilakukan kampanye mengubah persepsi buruk masyarakat tentang kendaraan listrik.
Menurut Rifat, saat ini perlu ada kampanye yang menyatakan kendaraan listrik itu keren. Ramah lingkungan. Hemat energi. “Tapi, itu butuh marketing tools. Ini pekerjaan rumah kita bersama. Mungkin biayanya bisa mencapai lima kali lipat dari biaya pengembangan teknologi kendaraan listrik itu sendiri,”tambahnya sambil menyebutkan keberhasilan kampanye antirokok di kalangan anak muda Amerika Serikat. Saat ini, remaja tidak merokok karena mereka ingin dibilang keren.
Indonesia saat ini tengah memasuki masa transisi energi, beralih dari energi fosil menjadi energi hijau. Presiden Jokowi telah memerintahkan perusahaan pelat merah, Pertamina dan PLN untuk membuat perencanaan agar Indonesia bisa segera menuju “green energy” agar ketergantungan terhadap bahan bakar fosil bisa dikurangi —Dan isu yang tidak kalah pentingnya mengatasi defisit perdagangan migas serta mengendalikan perubahan iklim.
PT PLN (Persero) juga sudah memiliki program “Electrifying Lifestyle” yang mengajak masyarakat untuk mengaplikasikan gaya hidup serba elektrik yang bebas energi dan ramah lingkungan, seperti penggunaan kendaraan listrik, kompor listrik dan sebagainya.
Hanya kembali lagi, gaung dari gerakan energi hijau masih belum optimal dan terkesan berjalan sendiri-sendiri. *
(Herry Sinamarata)