TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Untuk mengangkat dan mempromosikan kain tenun khas Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggandeng desainer ternama, Samuel Wattimena, yang berkreasi di Festival Lawata yang digelar di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat 6-8 April 2019.
Samuel Wattimena memamerkan hasil karya busana muslim. Kreasinya yang berbahan dasar tenun Bima itu dibawakan oleh 5 model ibu kota
“Gaya ini bisa menjadi alternatif dalam berhijab dengan bahan dasar tenun Bima. Sehingga para desainer muda memiliki inspirasi untuk mengolah tenun menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih,” kata Samuel Wattimena.
Lebih jauh Samuel menjelaskan, kain tenun Bima memiliki ciri khas dari proses menenun sendiri. Prosesnya seperti disungkit, sehingga menimbulkan efek di permukaan kain yang dihias. Tetapi belakangnya tidak tembus.
“Gaya berbusana di Kota Bima memadupadankan dengan bahan tafetta yang diproses kembali dengan teknik crinkle. Warna kain tenun Bima juga _eye catching_ memadupadankan warna komplimenter dan warna primer sesuai budaya di sini yang cenderung menyukai warna terang,” katanya lagi.
Samuel juga berharap, dengan adanya Festival Lawata ini bisa menginspirasi dan memacu para penenun setempat agar memanfaatkan tenun untuk kegunaan lainnya. Jadi tidak hanya untuk fesyen saja, tetapi juga untuk tas dan barang-barang kesenian lainnya. Selain mencermati kecenderungan tren saat ini.
Baca Juga: Kemenpar Dukung Kota Bima Lestarikan Kain Tenun Lokal Melalui Festival Lawata
“Ini tantangan tersendiri bagi pemerintah, untuk mengubah pola pikir masyarakat bahwa tenun bisa menjadi lahan wirausaha yang ternyata sangat menguntungkan dan berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kota Bima,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kabid Pemasaran Area II Regional III di Deputi Bidang Pemasaran I Kemenpar, Hendry Noviardi menambahkan, komitmen pemerintah pusat untuk mempopulerkan tenun Bima ini diharapkan mampu mengubah paradigma dan pola pikir masyarakat di wilayah itu.
“Sejatinya kain tenun Bima, memiliki nilai ekonomi tinggi yang dapat dipasarkan hingga ke pasar nasional karena nilai estetikanya yang tinggi dan semakin langka. Terlebih jika tenun tersebut dijadikan bahan baku bagi desainer fesyen ternama,” pungkasnya.
Ismail Sidik