Upaya Woro Selamatkan Wayang Potehi dari Kepunahan

Travelounge

TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Wayang Potehi yang nyaris punah tampil dalam perayaan Hari Wayang di Anjungan Jawa Tengah, TMII. Jakarta Timur (21/3). Kali ini lakon yang ditampilkan adalah Sie Jin  Kwi Melawan Tiga Begal dan Ratu Kelabang (Bwe Goat Eng).

Kisah epos Sie Jin Kwi mewariskan nilai-nilai kehidupan seperti pantang menyerah, kejujuran, kesetiakawanan, ketangkasan, loyalitas, disiplin, watak satria, kasih sayang kepada sesama, dan berpikir positif.

Para undangan perayaan Hari Wayang dan peserta sarasehan sangat antusias mengikuti pertunjukan ini. Boleh dibilang hampir tak berkedip menatap stage kecil  yang didominasi warna merah menyala.

Di kiri dan kanan panggung boneka boneka Wayang Poteh berjajar, seolah menyapa penonton sembari menunggu kemunculannya. Meski berukuran kecil, tekstur  boneka Wayang Puteh sangat detail.

Termasuk ekspresi dan  kostum yang dikenakan. Wayang Potehi merupakan salah satu budaya akulturasi, percampuran budaya China dan Jawa. Cerita yang diangkat umumnya kisah-kisah tentang dinasti dalam kekaisaran China. “Wayang potehi sebagai Wayang Kantong sangat unik, fleksibel, dan sederhana. Mudah dimainkan dan tidak terikat pada satu cerita epos tertentu,” tutur penggagas dan pimpinan Sanggar Budaya Cinta Wayang (Rumah Cinwa) Dwi Woro Retno Mastuti.

Menarik garis kebelakang, pementasan Potehi memang kurang populer sebab sempat dilarang pada pemerintahan orde baru. Perubahan terjadi kala Gus Dur menjabat Presiden Republik Indonesia pada era reformasi. Wayang Potehi boleh dipentaskan lagi. Sebagai wayang para dewa, Wayang Potehi masih dipentaskan di kelenteng sebagai bagian dari ritual umat Konghucu.

Saat ini para dalang Wayang Potehi umumnya telah berusia lanjut. Karena itu Woro serius meregenerasi penerus dalang Potehi. “Dalang-dalang Wayang  Potehi sudah semakin sepuh. Karena itu regenerasi perlu dilakukan secepatnya,” ungkap Woro.

Sejak delapan belas tahun lalu Woro tergerak untuk mengumpulkan boneka Wayang Potehi sedikit demi sedikit. Ia pun membeli panggung Potehi bekas karena finansial selalu jadi masalah klasik dalam urusan seni dan budaya.

Tak dinyana, seorang sahabatnya, Paul Himawan, juga tertarik mengumpulkan boneka Potehi. Ia membeli boneka Potehi dengan alasan sederhana agar pengrajin boneka Wayang Potehi dapat terus berkarya.

Perkenalkan ke Anak-anak

Nah, pada akhirnya  boneka-boneka Potehi yang mereka kumpulkan pun cukup untuk mementaskan pagelaran Wayang Potehi. Tapi, siapa yang akan memainkannya? Jalan keluar terbuka. Sekitar November 2014, ia mengundang sejumlah mahasiswa Program Studi Jawa Universitas Indonesia untuk bermain Wayang Potehi.

Mereka tampak tertarik mengeksplorasi Potehi di garasi rumahnya. Sanggar budaya Rumah Cinta Wayang memperkenalkan Wayang Potehi pada anak-anak. Pagelaran Wayang Potehi menjadi sarana pendidikan karakter bagi anak-anak. Dengan berbagai inovasi, mereka meracik Wayang Potehi menjadi tontonan yang menghibur dan tetap memiliki pesan moral.

Lakon yang dimainkan saat itu adalah Sie Jin Kwi. Sejak itu, kelompok Potehi baru terbentuk dengan nama Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang. Mulailah kelompok ini melakukan pertunjukan kepelbagai tempat, semisal Kelenteng Boen Tek Bio di Tangerang,  mal di Jakarta, panti werda, kampus, hingga playgroup dan di Taman Kaldera yang berada di kawasan Jatijajar, Tapos, Depok.

Dengan prinsip ‘Tak Wayang, Maka Tak Sayang’, Rumah Cinwa mengajak keluarga-keluarga Indonesia aktif mengajak anak-anak untuk mengenal salah satu warisan budaya tak benda yang diakui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Menurut Woro, pendidikan karakter menjadi efektif melalui pertunjukan seni yang menyenangkan bagi anak-anak generasi milenial. “Semua itu merupakan upaya agar Wayang Potehi dapat terus menjadi bagian dari keragaman budaya Indonesia,” ujar Woro lagi.

Ismail Sidik Sahib

Berbagi: