DIGITALISASI SENTRA KERAJINAN LOGAM TUMANG, BOYOLALI DIMOTORI MILLENIAL

Travelounge

TRAVELOUNGE.CO | BOYOLALI – Pandemi Covid-19 ternyata membawa berkah bagi Sriyanto. Pemilik UD Intermedia Logam di Sentra Kerajinan Logam, Dukuh Tumang, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah itu, berhasil membuat terobosan, dengan mengalihkan 100 persen pasarnya berorientasi ekspor.

“Tidak terbayang sebelumnya, saat pandemi penjualan kami justru meningkat karena orang senang mempercantik rumahnya. Sekarang pun, order dari Amerika dan Eropa masih mengalir. Belum terpengaruh resesi ekonomi global. Paling tidak dalam tiga bulan terakhir, terutama pada akhir tahun 2022 dan awal bulan Januari 2023, penjualan ekspor kami meningkat,”ujar Sriyanto. [1]

Sriyanto sedang memamerkan lampu hias dari bahan alumunium untuk tujuan pasar ekspor.

Pernyataan Sriyanto itu cukup mengejutkan sekaligus menggembirakan. Mengingat sejak pandemi dan ditambah adanya krisis pangan dan energi akibat perang Rusia-Ukraina, ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa mengalami perlambatan ekonomi, bahkan kontraksi.

Anjlognya perekonomian dan daya beli rakyat Amerika dan Eropa pada gilirannya berpengaruh buruk terhadap ekspor Indonesia. Sebagian eksportir Indonesia sudah mengeluhkan anjlognya ekspor. “Pemasaran kami 100 persen ekspor, sejauh ini belum ada penurunan permintaan dari Amerika maupun Eropa. Mungkin karena segmen pasar kami menengah atas,”ujar Bima.

BACA JUGA :

Bima, lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tahun 2020 dan anak kedua Sriyanto dari tiga bersaudara. Bima berkontribusi membantu ayahnya mengembangkan digitalisasi di UD Intermedia Logam. Bima adalah anak Sriyanto yang disiapkan untuk meneruskan usaha keluarga, sementara dua anaknya yang lain memilih profesi sebagai dokter. Salah seorang di antaranya sudah berpraktik sebagai dokter spesialis di Solo.

Semula penjualan produk-produk Intermedia Logam masih konvensional. Namun, setelah Bima lulus kuliah, Sriyanto memintanya mengembangkan penjualan online. Dan, pasar yang dibidik adalah pasar ekspor mengingat pasar domestik untuk produk-produk kerajinan logam anjlok terdampak pandemi Covid-19. Tahun 2020, tahun pertama pandemi Covid-19, hampir semua sektor usaha di Indonesia anjlok, bersamaan dengan diberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Sriyanto dan perajin lainnya di Sentra Kerajinan Logam Tumang juga menghadapi tantangan yang sama.

Sentra Kerajinan Logam Tumang, Boyolali dihuni sekitar 200 perajin handicraft termasuk Sriyanto dan sekitar 1.000 orang tukang yang memiliki keterampilan ukir dan tempa Logam secara turun menurun.

Bima mengatakan, inisiatif membuka toko online dimulai tahun 2019. Tapi, tambahnya, baru mendapat order pertama bulan Januari 2020. Saat PPKM diberlakukan secara ketat, penjualan online semakin digencarkan. Produk-produk Intermedia Logam dipasarkan lewat “marketplace” ETSY, toko online yang khusus menjual produk-produk kerajinan/seni yang terbuat dari logam, seperti kuningan, tembaga termasuk alumunium.

 

Dikatakan, omset penjualan melalui ETSY mencapai US$ 20.000 per bulan. Sekitar 70% pembelinya berasal dari AS; 20% dari Eropa, sisanya dari Australia, Dubai dan negara Asia lainnya. Salah satu negara bagian AS yang banyak membeli produk kerajinan dari logam adalah California. Produk yang paling digemari dalam tiga bulan terakhir adalah lampu gantung. Terjual hingga 40 pieces lampu gantung dengan harga sekitar Rp 2 juta hingga Rp 8 juta per pieces belum termasuk ongkos kirim. “Karena kami sudah dipercaya konsumen, jadi saat order “buyer” sudah harus membayar “cash”. Produk diproduksi selama tiga sampai tujuh hari, selanjutnya baru dikirim ke alamat buyer,”ujar Bima.

Intermedia Logam memproduksi sekitar 70 item produk “handicraft”, tapi produk yang dipajang di toko online hanya 7 item. Di antaranya, lampu hias, vas bunga, hiasan dinding, wastafel dan sebagainya. Bahan bakunya berupa kuningan, tembaga dan aluminium, seluruhnya diimpor dari berbagai negara, seperti China, Italia, Korea dan India.

Di Sentra Tumang—-Pusat Kerajinan Logam tertua di Indonesia—- terdapat sekitar 200 perajin handicraft — termasuk Sriyanto— dan 1.000 tukang. Mereka mengolah bahan baku logam itu menjadi produk handicraft yang bernilai seni tinggi. Setiap bulan, sentra ini membeli sekitar 10 ton bahan baku tersebut dengan nilai kurang lebih Rp 2,25 miliar.

Perputaran uang yang relatif besar di Dukuh Tumang, Desa Cepogo, Boyolali mengangkat perekonomian masyarakat setempat, dengan mata pencaharian pertanian, peternakan dan industri kecil menengah (IKM). Dukung Tumang, Cepogo yang berada di antara kaki Gunung Merapi dan Merbabu dengan tanah subur, sangat layak dikembangkan sebagai destinasi wisata bagi turis mancanegara maupun turis domestik. Setidaknya, jika Anda berada Boyolali silakan mampir untuk membeli oleh-oleh produk handicraft berkualitas ekspor. (Herry Sinamarata)

Berbagi: