Menikmati Keindahan di Gelar Tari Anak Anak Indonesia

Travelounge

TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Dunia anak selalu menebarkan keindahan. Panggung seni menjadi wahana tawa dan ekspresi yang menggairahkan. Apalagi anak anak itu menampilkan tari yang banyak bertutur tentang keindahan permainan anak. Hal inilah yan terlihat dalam pertunjukan Gelar Tari Anak Indonesia 2018 di Istana Anak Anak Indonesia, TMII, Jakarta yang di gelar 3-5 Oktober 2018 lalu.

Selain dintonton anak anak sekolah, pertunjukan juga dihadiri Bupati dari pelbagai daerah yang terlibat dalam perhelatan ini serta Tim Pengamat yang terdiri dari Drs. Frans Sartono, Hartati, M. Sn, Matheus Wasi Bantolo, S.Sn, M.Sn, Drs. M.J. Florybertus Fonno (Loly) dan Anusirwan, M.Sn.

Pada Hari Pertama gelaran tampil 8 peserta, hari kedua 11 penampil hari ketiga 7 peserta. Mereka menampilkan ragam tari anak anak Nusantara yang sangat menggemaskan karena penyajiannya yang penuh keceriaan. Anak anak dari pelbagai provinsi di Nusantata ini sangat menikmati apa yang mereka sajikan diatas panggung pertunjukan.

Lihat saja pempian dari Provinsi Bengkulu. Menyajikan tari yang berceita tentang anak anak yang ingin belajar musik. Sangat unik karena mengkolaborasikan tari dan tetabuhan. Beberapa diantaranya adalah anak perempuan. Hana Callysta, Tiya Claudia Ramadhani, Tacia Putri Irawan, Nazahrazazila Gantari chaerani, Raden Ajeng Keisya Alia Maharani bermain dengan ritmis dan penuh enerjik.

Anak anak ini berasal dari Sanggar Maro Ba Kite, Komplek Perkantoran Rena, Semanek, Bengkulu Tengah. Penata Tarinya adalah Vieri Muhammad Andra, Penata Musik Irfan Hidayat dan Penata Rias-Busana Efi Fitriani. Musik digawangi Muhammad Dzaky Novtrian, Dirgari Bintang Andeka, Nadyo Ridho Al-Haris, Pabian Chandra, Irfan Hidayat, Vieri Muhammad Andra.

“Ndak woi… ikut woi…
Mentang-Mentang lanang ajo yang mainkannyo…
Seto pulo yak…!!! Buli dak…???

Begitu celoteh anak-anak perempuan, merajuk agar diperbolehkan ikut bermain dol bersama anak-anak laki-laki. Seto pulo yak… boleh ikutan ya? Dengan berbagai cara, gadis-gadis kecil itu berusaha agar dapat memainkan alat musik itu bersama-sama.
Dol adalah alat musik Bengkulu yang biasanya hanya dimainkan oleh anak laki-laki. Itu pun hanya boleh dibunyikan pada tanggal 1-10 Muharram, dalam acara perayaan upacara Tabut. Namun dalam garapan ini akhirnya anak perempuan juga ikut serta dalam memainkan alat musik Dol tersebut

Diikuti kemudian penampil dari Provinsi Banten yang menampilkan tari Lage Pepedengan. Tari Lage Pepedengan dari Sanggar Seni Pamanah Rasa Jl. Raya Labuan Km. 07 Kaduhejo, Pandeglang, Banten. Penata Tari Yeti Noviyanti, Penata Musik M. Yasser Arafah dan
Penata Rias-Busana Yeyen Nurhaeni. Penari yang terlibat asalahn Nalageani Dwi Anindya, Kania Puteri Jatnika, Keisha Azzira Triana P., Qalisha Artha Fahira, Zeiza Adzra Afifah Z.
Musik di pegang M. Yasser Arafat, M. Hadad Hudaevi, Fiqri Hidayatusyafar, M. Toriq Wijaya, M. Cahya Purnama, Gumiwang Raspat, Nadira Ainaya Aini.

Lage Pepedengan merupakan sebuah esensi permainan boneka tradisi yang terbuat dari kain samping dan pengolahan properti rumah-rumahan, yang dikemas dalam gerak tari keseharian anak.

Lagu permainan ketika meninabobokan dan menggendong dalam aisan. “Ayun ambing… cang… ucang… angge…” Sekarang nyaris tak terdengar lagi. Semua sirna ditelan zaman. Lalu aAakah kita hanya terdiam dan hanya berkata ini kan eranya “Kid Zaman Now? Diam seribu bahasa ketika media sosial melahap dan meracuni moral anak-anak kita.

Esensi permainan boneka tradisi dari kain samping dan rumah-rumahan inilah merupakan wujud ekspresi, agar dapat mempertahankan budaya yang saat ini hilang. Akankah terus bertahan?

Tapi pempilan anak anak Provinsi Maluku Utara Ini tidak kalah serunya karena para penari menggunakan kostum kera hitam. Pesan sangat menarik dan menggugah hati. Mengingatkan kita agar peduli dengan keberadaan kera kera yang dikhawatirkan akan punah bila kita tidak melindunginya.

Dimainkan oleh mereka yang tergabung dalam Sanggar Seni Timur Jauh, Kawasan Cagar Budaya Gedung Museum Benteng Orange Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara Tari Yakis Bacan, ditata Ramadhan Paat Penata Musik Mahdi Daengbarang dan Penata Rias-Busana Winda Oktaviani, M. Pd. Sedangkan penarinya adalah M. Farhan Mohdar, Galbi Randi H., M. Djulfilari, Rizky Doffinbin.

Tari Yakis Bacan ini menceritakan tentang kelompok spesies kera di pulau Bacan, Maluku Utara, yang sering disebut oleh masyarakat sekitar Yakis Bacan. Tari ini menggambarkan gerak-gerik keseharian Yakis Bacan yang hidup berkelompok, dengan kebiasaan suka bermain, melompat, memanjat, mencari kutu, mencari makanan dan lain lain.

Seiring perkembangan zaman, jumlah spesies Yakis Bacan semakin berkurang, dikarenakan perluasan wilayah pemukiman, penebangan pohon dan perburuan liar.

Pesan yang disampaikan tari ini adalah kepedulian akan kelestarian alam. Apabila masyarakat dan pemerintah tidak menjaga dan melestarikan spesies ini, maka Yakis Bacan akan punah. Sungguh sangat ironi bukan realitas kekinian.

Lanjut kemudian dengan penampil dari Gorontalo yang menyajikan Tari Bunggo/ Mariam Bambu. Para penari mengenakan Kostum warna hijau. Musik bambu mendominasi pertunjukan ini. 13 penari dan pemusik bermain dengan bambu sebagai properti dan alat musik. Nampak anak anak bermain dengan ceria. Menikmati tarian dengan apa adanya. Konon tarian ini biasa dimainkan kala Malam Takbiran.

Pertunjukan dimainkan Sanggar Makuta/ SDN 30 Kota Selatan yang beralamat, Kenangan, Dulalowo Tim, Kota Tengah, Kota Gorontalo. Bunggo/ Meriam Bambu.
Penata Tari Feri Padli Pomontolo, S. Pd., M. Sn, Penata Musik Andi Darmawan S. Sn., Moh. Amirudin Rauf, Penata Rias-Busana Ferri Padli Pomontolo, S. Pd., M. Sn.

Penari yang unjuk aksi adalah Puti Diva Ilona, Algifachry Usman, Cindra Nirmala Pitaloka, Deron Rivaldo Suluh, Alicha Balqis Jr. Ahmad Nareindra Dwi Agustian R. Silaen, Nazalwa Nailatul Zahra Gani, Aditya Ihsan Mohamad. Dengan pemusik Almaira Aulia Bahu, Syuraih Arham Syaifullah Bahu, Moh. Awaludin Tahir, Danin Sharliz Ashalina Syarif, Moh. Restu Farel Pomontolo, Muhamad Rasya Gobel

Berpijak dari ragam gerak tidi ‘tari tradisi Gorontalo’ dan langga ‘tari silat seni Gorontalo’, Tari Bunggo digarap sebagai tari kreasi anak.

Bunggo atau Bambu kering, merupakan bahan utama dalam pembuatan arkus ‘gapura’ atau pintu gerbang yang biasa dibuat oleh masyarakat Gorontalo dalam menyambut hari Raya Idul Fitri. Anak-anak sering mengambil sisa-sisa bambu dari pembuatan arkus tersebut untuk dijadikan Bunggo ‘Meriam Bambu’, untuk dimainkan pada saat sore dan menjelang malam takbiran. Pada kesempatan inilah anak-anak bermain bersama dengan Bunggo dengan penuh canda ria. Momen ini menjadi kenangan anak-anak Gorontalo hingga selalu dingat dan dikenang. Ini adalah kebahagiaan dan keceriaan dalam menyambut malam takbiran.

Keindahan selanjutnya bisa kita lihat dari penampilan yang berasal dari Kalimantan Tengah. Tari yang disajikan adalah Tari Pali Bantal deengan 5 penari dan 5 pemusik yang berkostum pakaian tidur. Dengan properti bantal, jawet (rotan untuk memukul bantal) dan rak untuk menjemur bantal. Kita seolh melihat keriaan pagi hari di rumah.

Lepas itu keindahan juga tervisual dengan penampilan ke enam dari Provinsi Jambi dengan tari Anjung Anjung. Disajikan oleh 5 penari anak dan 5 pemusik Melayu. Tentu saja Irama Melayu mendominasi disini. Apalagi terlihat mereka mengenakan pakaian Melayu keseharian yang sederhana. Properti tari keranjang bambu untuk tempat pakaian.

Tapi jangan lengah juga menikmati penampilan yang merupakan persembahan anak anak dari Provinsi Jawa Timur dengan tari Dhik Rindhik. Dengan kostum keseharian anak anak Jatim ini juga membawa properti orang orangan sawah, tikar pandan yang bisa berubah jadi apa pun. Pemusik berjumlah 8 orang dengan menggunakan pakaian hitam hitam khas Jatim.

Lebih jauh lagi kemudian kita bisa melihat keceriaan penampil dari Provinsi Sulawesi Tenggara dengan tari Sawunggu. Ada 6 penari anak dan 4 pemusik dengan kostum warna hitam hitam. Properti yang digunakan sarung khas Sulteng.

Penampilan yang mengikuti adalah aksi anak anak dari Provinsi Kalimantan Utara. 5 penari dan 6 pemusik. Kostum penari dan pemusik warna hijau. Properti bilah kayu beroda seperti skateboard pun ikut berlaga di atas panggung.

Lalu ada penampilan anak anak dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. 6 penari dengan 4 pemusik. Kostum yang mereka gunakan sangat menarik, yakni dengan kain tenun asli NTT. Begitu juga dengan kostum pemusiknya. Properti yang digunakan panah dan busur. Tari yang dimainkan adalah Tari Ma’ekat.

Pamungkasnya penampilan ke sebelas anak anak dari Provinsi Sumatra Barat. Ada 5 penari berkostum hitam, laiknya kostum silat. Juga 6 pemusik yang berkostum merah hitam dengan tetabuhan. Properti kotak terbuat dari bambu. Berfungsi sebagai apa pun. Tongkat kayu bisa sebagai senjata bisa juga sebagai sarana bermain. Secara umum gerak tari di dominasi juris silat.

Ismail Sidik

Berbagi: