travelounge.co | Jakarta – Berkunjung, menikmati kuliner dan keindahan alam Pulau Buton yang dikelilingi laut dan hutan alam adalah mimpi Lim Joe Kyu sejak lama. Di mata peneliti asal perguruan tinggi di Korea Selatan (Korsel), Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang melimpah. Salah satunya, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara memiliki deposit aspal alam yang sangat besar.
”Apa yang diperoleh rakyat di Buton, dengan kekayaan alam yang demikian besarnya,”tanya Lim Joe Kyu kepada koleganya, Dwi Putranto, Ketua Asosiasi Pengembang Aspal Buton Indonesia (ASPABI) di Buton, belum lama ini.
Lim sudah lama mengenal Aspal Buton (Asbuton). Kira-kira sejak 10 tahun lalu. Kunjungan pertama Lim ke Buton, pada bulan Desember 2024 ini, dimanfaatkan sebaik-baiknya, menjajaki kolaborasi dengan Univeritas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan), melihat langsung lokasi tambang aspal dan industri pengolahan aspal di Buton yang berlokasi di tengah hutan, serta menemui pejabat setempat, yakni Pj Walikota Baubau, Dr. Rasman Manafi.
Rektor Unidayan, Ir. I.M. Sjamsul Qamar, M.T.,IPU adalah Sultan Buton, tokoh masyarakat dan pakar tentang Asbuton. Kegiatan penelitian yang dilakukan mahasiswa Unidayan terkait Asbuton, bukti dedikasi Unidayan menyiapkan SDM unggul—Memanfaatkan kekayaan alam Buton di bidang kelautan, pertanian dan pertambangan.
Sebagai tokoh masyarakat, Sjamsul Qamar berharap pemanfaatan Asbuton untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan di Indonesia dapat terus ditingkatkan. Harapannya, “Roadmap, peta jalan Hilirisasi Asbuton” yang diluncurkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) benar-benar menjadi petunjuk jalan bagi semua pihak. Dukungan riset, teknologi, penyiapan SDM yang kompeten serta kerjasama seluruh Kementerian/Lembaga sangat diperlukan agar hilirisasi Asbuton menjadi kenyataan, berkontribusi besar bagi perekonomian negara, daerah termasuk kesejahteraan rakyat Buton.
KOLABORASI
Asbuton adalah salah satu sumber daya alam (SDA) Indonesia yang sangat potensial. Dari segi jumlah depositnya, Asbuton cukup melimpah. Dari segi karakteristiknya, Asbuton lebih unggul dibandingkan aspal minyak. Tapi, kenapa Asbuton belum dimanfaatkan optimal? Kenapa pemerintah dan kontraktor lebih “cinta” aspal minyak yang diimpor dari negara lain? Pemanfaatan Asbuton sempat mencapai puncak kejayaannya pada era 1980-an.
Potensi Asbuton diperkirakan mencapai 662 juta ton. Deposit Asbuton diperkirakan tidak akan habis hingga 120 tahun mendatang. Bayangkan, kalau Asbuton diolah, diproses di dalam negeri, berapa nilai tambah yang diperoleh, baik dalam bentuk restribusi daerah, pendapatan negara bukan pajak (PNBP), pajak, hingga lapangan kerja.
Ketua Umum ASPABI, Dwi Putranto mengakui kontribusi Asbuton belum banyak dirasakan bagi kesejahteraan rakyat. Restribusi dari perusahaan tambang Asbuton kepada pemda kecil karena (saat ini) pemanfaatan Asbuton untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan di Indonesia masih sedikit.
Dikatakan, kebutuhan aspal nasional mencapai sekitar 2 juta ton/tahun, namun hanya 20 persen yang memanfaatkan Asbuton, sisanya 80 persen menggunakan aspal minyak yang diimpor dari luar negeri. Padahal, tambahnya, dari segi harga maupun mutu, Asbuton bisa bersaing dengan aspal impor.
Kemenko Maritim dan Investasi tahun 2019 lalu pernah menyebut impor aspal minyak Indonesia mencapai sekitar 700 juta dolar AS per tahun. Tingginya impor aspal itu ikut membahayakan defisit neraca pembayaran Indonesia. Impor harus bisa dikurangi secara bertahap melalui hilirisasi Asbuton.
Hal itu membuat Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) gregetan. Saat kunjungan kerja ke Buton, tahun 2022, presiden sempat mencanangkan kebijakan, mulai tahun 2024 Indonesia akan stop impor aspal.
Ini spirit transformasi ekonomi Indonesia yang coba dipompakan presiden waktu itu, yakni dari mengandalkan ekspor bahan mentah bertransformasi menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Ini tantangan yang tidak mudah diwujudkan.
Tahun 2024, dua perusahaan industri pengolahan aspal di Buton—Salah satunya Wika Aspal— mengaku lebih aktif mengekspor aspal mentah dan produk setengah jadi ke China. Wika Aspal, industri pengolahan Asbuton di Kecamatan Pasar Wejo, Kabupaten Buton, sudah hampir dua tahun tidak ada aktivitas produksi karena tidak ada pesanan (kontrak). Akhirnya “raw material” yang menumpuk di gudang dari hasil tambang aspal di Desa Banabungi, Pasar Wejo, diekspor ke China lewat Pelabuhan Banabungi, Buton. Ekspor “raw material” itu dilakukan untuk bertahan hidup (survive).
Tahun 2024, Kemenperin meluncurkan Hilirisasi Asbuton, sesuai kebijakan transformasi ekonomi Indonesia yang digaungkan Pemerintah Prabowo-Gibran. Presiden Prabowo bertekad melanjutkan program hilirisasi untuk semua komoditas Indonesia. Dengan hilirisasi, rakyat dapat menikmati nilai tambahnya. Itu artinya bisa meningkatkan kesejahteraan. Hilirisasi adalah salah satu strategi mengejar target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen/tahun dan pemerataan pembangunan di daerah.
Roadmap Hilirisasi
Roadmap Hilirisasi Asbuton memiliki visi besar, yakni menjadikan Asbuton menjadi tuan rumah pasok aspal. Atau dengan kata lain, untuk mewujudkan Swasembada Asbuton tahun 2030.
“Melalui program utamanya, berupa promosi produk dan investasi Asbuton, penguatan kebijakan terkait implementasi penggunaan Asbuton serta penguatan iklim usaha industri Asbuton, kita berharap bisa meningkatkan utilisasi Asbuton hingga 90 persen pada 2030,”ujar Sekretaris Ditjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Kris Sasono Ngudi Wibowo.
Diakui saat ini utilisasi industri pengolahan Asbuton murni masih kecil, yakni 6 persen; tahun 2025 utilisasi diharapkan meningkat menjadi 14 persen; tahun 2026 (26 persen); tahun 2027 (47 persen); tahun 2028 (63 persen); tahun 2029 (80 persen) dan pada tahun 2030 utilisasi ditargetkan mencapai 90 persen.
“Pemerintah menargetkan peningkatan penggunaan Asbuton hingga 90 persen dari kebutuhan nasional pada 2030 mendatang,”ujar Kris.
Dr Rasman Manafi, Pj Walikota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara mengapresiasi program percepatan penggunaan Asbuton melalui kebijakan hilirisasi. Pemangku kepentingan lainnya, seperti masyarakat Buton, perguruan tinggi dan dunia usaha sangat mendukung kebijakan Kemenperin tersebut.
Seiring dengan peningkatan utilisasi industri, perekonomian daerah diharapkan akan meningkat. Bandara Betoambari yang saat ini melayani empat kali penerbangan Baubau-Makasar per hari, mungkin nanti bisa bertambah menjadi 10 kali. Demikian pula aktivitas ekonomi lainnya.
“Ketersediaan bahan baku dan kemampuan industri pengolahan aspal di Buton sudah siap mendukung implementasi Roadmap Hilirisasi Asbuton,”ujar Dwi Putranto, Ketua Umum ASPABI.
Salah satu pabrik pengolahan Asbuton yang dianggap sudah siap mendukung program Kemenperin adalah PT Kartika Prima Abadi, perusahaan yang menggunakan teknologi pemurnian aspal dengan kapasitas produksi 100.000 ton/tahun.
Asbuton adalah salah satu karunia dari Allah kepada Bangsa Indonesia. Bandingkan dengan Korsel yang tidak mempunyai deposit aspal sama sekali. Tapi, Korsel bisa lebih maju dibandingkan Indonesia karena memiliki teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Negeri Gingseng itu diketahui memiliki teknologi perkerasan aspal yang telah teruji dan terbukti berkualitas. Ini pelajaran dari kehadiran Lim Joe Kyu di Buton. (Rhadzaki/Herry Sinamarata)