Pariwisata Ramah Muslim: Proyeksi Tembus USD 410 Miliar dan Adaptasi Halal Jadi Kunci
travelounge.co | Jakarta, 1 Januari 2025 – Pariwisata ramah Muslim kini berkembang menjadi arus utama industri global, didorong kuat oleh peningkatan kebutuhan wisatawan Muslim Indonesia yang semakin sadar jati diri.
Transformasi ini membuat berbagai destinasi dunia, mulai dari Tokyo hingga Dubai, terus memperkuat layanan halal-friendly demi memenuhi tuntutan wisata berbasis keyakinan.
Studi terbaru dari Vero dan GMO-Z.com menegaskan bahwa ketersediaan makanan halal menjadi prioritas utama bagi wisatawan Muslim Indonesia, dengan 89 persen responden menempatkannya sebagai faktor paling penting saat bepergian.

Menurut Diah Andrini Dewi, Executive Director Vero Indonesia, penyediaan fasilitas halal oleh negara mayoritas non-Muslim memiliki dampak signifikan. “Kehadiran fasilitas halal dipandang sebagai bentuk kepedulian budaya dan rasa menghargai, yang membuat wisatawan Muslim merasa lebih diterima.”
Adaptasi Destinasi Dunia Mengikuti Tren Pariwisata Halal
Peningkatan kebutuhan ini membuat destinasi non-Muslim seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan bersaing ketat dengan negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Arab Saudi. Semuanya berebut menjadi destinasi unggulan bagi wisatawan Muslim Indonesia.
Chatrine Siswoyo, Senior Advisor ASEAN Vero, menjelaskan bahwa kenyamanan utama bagi wisatawan Muslim sebenarnya sederhana. “Yang mereka inginkan adalah kesempatan menjelajahi dunia tanpa harus meninggalkan jati diri.”
Permintaan untuk akomodasi halal juga meningkat, dengan pencarian mencapai lebih dari 7,4 juta kali dalam periode Agustus 2024 hingga 2025. Ini menunjukkan bahwa fasilitas halal bukan lagi sekadar kenyamanan, tetapi kebutuhan mendesak.

Peran Besar Influencer dan Langkah Strategis Indonesia
Tren ini diperkuat oleh pengaruh para influencer yang kini menjadi rujukan utama bagi 89 persen wisatawan Muslim Indonesia. Menurut Diah Andrini, para influencer berperan sebagai penghubung budaya yang mampu membangun kepercayaan, menciptakan narasi autentik, dan memperluas wawasan tentang destinasi halal-friendly.
Dengan Indonesia mewakili 12 persen populasi Muslim dunia, langkah strategis negara ini berpengaruh besar pada masa depan pariwisata ramah Muslim. Dari USD 256,5 miliar pada 2023, sektor ini diproyeksikan tumbuh hingga USD 410,9 miliar pada 2032.
Menurut Hariyanto, Menteri Pariwisata Indonesia, “Menjadi halal-friendly bukan sekadar soal label, melainkan pengalaman yang dirasakan wisatawan. Di Indonesia, kebijakan sertifikasi halal dan infrastruktur ramah Muslim sudah menjadi standar.”
Pariwisata ramah Muslim kini dianggap sebagai kebutuhan mendesak dan langkah strategis bagi sektor publik maupun swasta untuk membentuk ekosistem pariwisata global yang lebih inklusif. Menurut Diah Andrini Dewi, Executive Director Vero Indonesia, penyediaan fasilitas halal oleh negara mayoritas non-Muslim memiliki dampak signifikan. “Kehadiran fasilitas halal dipandang sebagai bentuk kepedulian budaya dan rasa menghargai, yang membuat wisatawan Muslim merasa lebih diterima.”
Adaptasi Destinasi Dunia Mengikuti Tren Pariwisata Halal
Peningkatan kebutuhan ini membuat destinasi non-Muslim seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan bersaing ketat dengan negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Arab Saudi. Semuanya berebut menjadi destinasi unggulan bagi wisatawan Muslim Indonesia.
Chatrine Siswoyo, Senior Advisor ASEAN Vero, menjelaskan bahwa kenyamanan utama bagi wisatawan Muslim sebenarnya sederhana. “Yang mereka inginkan adalah kesempatan menjelajahi dunia tanpa harus meninggalkan jati diri.”
Permintaan untuk akomodasi halal juga meningkat, dengan pencarian mencapai lebih dari 7,4 juta kali dalam periode Agustus 2024 hingga 2025. Ini menunjukkan bahwa fasilitas halal bukan lagi sekadar kenyamanan, tetapi kebutuhan mendesak.
Peran Besar Influencer dan Langkah Strategis Indonesia
Tren ini diperkuat oleh pengaruh para influencer yang kini menjadi rujukan utama bagi 89 persen wisatawan Muslim Indonesia. Menurut Diah Andrini, para influencer berperan sebagai penghubung budaya yang mampu membangun kepercayaan, menciptakan narasi autentik, dan memperluas wawasan tentang destinasi halal-friendly.
Dengan Indonesia mewakili 12 persen populasi Muslim dunia, langkah strategis negara ini berpengaruh besar pada masa depan pariwisata ramah Muslim. Dari USD 256,5 miliar pada 2023, sektor ini diproyeksikan tumbuh hingga USD 410,9 miliar pada 2032.
Menurut Hariyanto, Menteri Pariwisata Indonesia, “Menjadi halal-friendly bukan sekadar soal label, melainkan pengalaman yang dirasakan wisatawan. Di Indonesia, kebijakan sertifikasi halal dan infrastruktur ramah Muslim sudah menjadi standar.”
Pariwisata ramah Muslim kini dianggap sebagai kebutuhan mendesak dan langkah strategis bagi sektor publik maupun swasta untuk membentuk ekosistem pariwisata global yang lebih inklusif. (Wulan A.)












