Pasar Alkes Tulang dan Gigi Peluang Masa Depan di Indonesia dan ASEAN

Travelounge

TRAVELOUNGE.CO | JAKARTA – Angka kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja masih cukup tinggi di Indonesia.  Pada tahun 2022 yang lalu tercatat 265.344 kasus kecelakaan kerja, naik dibandingkan 2021 yang terdapat 234.370 kasus. Sementara pada kecelakaan lalu lintas jelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 kemarin, terjadi peningkatan 11 persen dibandingkan libur Nataru 2019 sebelum pandemi Covid 19.  

Salah satu anggota holding BUMN Farmasi PT Phapros Tbk melihat kebutuhan masyarakat akan operasi implantasi pada tulang dan gigi akibat kecelakaan cukup tinggi. Tahun ini perusahaan publik dengan kode emiten PEHA tersebut  akan meluncurkan alat kesehatan (alkes) tulang dan gigi berupa bone filler yang merupakan kolaborasi bersama Universitas Airlangga dan RSUD dr. Soetomo, Surabaya.

Direktur Utama Phapros Hadi Kardoko mengatakan bahwa alkes tulang dan gigi memiliki pasar yang cukup besar di Indonesia sehingga perusahaan menjadikannya sebagai bagian perencanaan produksi 2023. Sebagai perusahaan milik negara yang berorientasi pada kebutuhan publik, pihaknya fokus pada inovasi produk berbasis riset yang dibutuhkan masyarakat. Menurutnya, kebutuhan bone filler tidak saja untuk korban kecelakaan patah tulang dan gigi, tapi juga pada masyarakat usia senja yang membutuhkan rekonstruksi persendian seperti penggantian panggul dan lutut.

“Banyak faktor yang menyebabkan kerusakan pada tulang dan gigi. Selain karena kecelakaan, ada juga karena penyakit berat seperti tumor dan juga osteoporosis yang menjadi penyebab utama fraktur tulang. Di sini Phapros mencoba hadir dengan material sintetik untuk implantasi yang bisa menggantikan peran bagian tulang yang telah hilang,” tuturnya di Jakarta (26/1).

Ia menambahkan bahwa hilirisasi riset dilakukan dengan proses transfer teknologi pada fasilitas produksi milik Phapros.

“Target kami pada akhir tahun 2023 ini alkes tersebut sudah bisa dipasarkan. Apalagi ini merupakan bone filler pertama buatan dalam negeri, produk kompetitor yang ada saat ini masih impor.”

Senada dengan itu, pengamat Pemasaran Strategis dari BINUS Business School Asnan Furinto mengatakan bahwa kesadaran masyarakat, khususnya korban maupun keluarga korban kecelakaan terhadap kebutuhan implantasi tulang cukup tinggi. Mereka ingin hidup kembali normal setelah mengalami kejadian yang mempengaruhi kondisi fisik mereka.

“Produk bone filler buatan lokal untuk membantu implantasi cukup berpotensi memiliki market share yang besar di Indonesia, karena rata-rata produk yang sudah dipasarkan adalah impor.  Dan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menggunakan produk lokal, khususnya di industri kesehatan,” ungkapnya.

Kecelakaan lalu lintas dan kerja umumnya berakibat pada tulang dan gigi yang patah pada korban. Agar persendian mereka kembali normal, dibutuhkan alkes yang bisa membantu proses pemulihan.

BACA JUGA :

“Jadi Phapros melihat segmen alkes gigi dan tulang ini adalah “hidden gem” yang di masa depan menjadi sangat penting, dan mereka menangkap peluang masa depan ini dengan jeli.”

Menurut Deputi Dekan BINUS Business School tersebut, segmen alkes gigi dan tulang ini dapat menjadi pilar baru sumber pertumbuhan masa depan untuk Phapros. Ini merupakan bagian dari hilirisasi riset sekaligus perluasan portofolio Phapros yang bisa menambah kelengkapan produk mereka. [1]

Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAkI) menyatakan bahwa pasar alat kesehatan di Indonesia sangat menggiurkan. Angkanya bisa mencapai US$2,2 juta per tahun dengan jumlah potensi tersebar di sekitar 3000 rumah sakit serta 9000 puskesmas dan klinik swasta di seluruh Indonesia. Di kawasan ASEAN, pasar alkes diyakini juga akan tumbuh pesat paska pandemi.

“Pertumbuhan pesat ini tentunya menggambarkan ukuran pasar yang membesar sangat cepat, salah satunya tentunya dipicu oleh kejadian pandemi Covid 19 dan juga akibat dari terjadinya transformasi digital selama lima tahun terakhir ini. Oleh karena itu, Indonesia berpeluang menjadi pemasok kebutuhan alat kesehatan ke negara-negara ASEAN melalui transformasi sistem kesehatan, penetrasi digitalisasi serta bioteknologi. Secara historis, Indonesia sudah sejak lama mampu membuat alat-alat kesehatan berstandar internasional dan mengekspornya ke pasar global.”

Menurut data Kemenkes, dari 2015 hingga 2021, jumlah perusahaan yang memproduksi alkes meningkat dari 193 menjadi 891 perusahaan. Dalam lima tahun terakhir, industri perangkat medis dalam negeri mengalami pertumbuhan sebesar 361,66%.

“Potensi pasar adalah salah satu indikator penting bagi investor dalam menentukan apakah mereka akan membeli saham sebuah perusahaan. Karena itu jika investor percaya bahwa perusahaan punya pasar yang akan tumbuh di masa depan, walaupun saat ini mungkin belum besar ukuran pasarnya, maka nilai saham perusahaan tersebut akan naik,” tutupnya. (RM)

Berbagi: