TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menekankan pentingnya komitmen pemimpin atau CEO daerah untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai primadona bagi daerah-daerah di Indonesia. Hal ini ia tegaskan saat menjadi Keynote Speaker_ pada acara Ngobrol @Tempo, di Gedung Tempo Palmerah, Jakarta, Senin (15/4).
Lanjutnya lagi, sektor pariwisata sudah ditetapkan sebagai sektor unggulan oleh Presiden Joko Widodo, yang diyakini mampu menjadi penyumbang devisa terbesar. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan, sejak ditetapkan sebagai _leading sector_, pertumbuhan pariwisata Indonesia semakin tinggi bahkan mengungguli sejumlah negara tetangga.
“Selama ini pariwisata tidak pernah ditetapkan sebagai _leading sector_, baru sekali ini ditetapkan oleh Presiden Jokowi. Manfaatnya, setelah ditetapkan, tidak ada yang tidak mendukung pengembangan sektor pariwisata,” katanya.
Lepas ditetapkan sebagai _leading sector_, pembangunan dan target pariwisata masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang kemudian dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Menurut Arief Yahya, penetapan pariwisata sebagai leading sector merupakan bentuk _CEO Commitment_ yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian bangsa.
“Setelah ditetapkan sebagai _leading sector_, makin mudah mengembangkan pariwisata karena tidak ada pihak yang tidak akan mendukung, apa yang dibutuhkan langsung dipenuhi. Maka sektor pariwisata kita bisa tumbuh di level _double digit_,” kata Menpar.
Dalam komitmennya untuk memajukan pariwisata, imbuh Arief, seorang pemimpin di tingkat apapun atau CEO memiliki sejumlah tugas utama, yaitu menetapkan arah, mengalokasikan sumber daya, dan melakukan eksekusi. Sebagai CEO dalam sektor pariwisata, lanjutnya, dibutuhkan suatu proses dan komitmen yang kuat untuk mencapai pertumbuhan di level _double digit_.
“Dalam lima tahun ini, tantangan terbesar saya adalah mengubah birokrasi menjadi korporasi. Hal tersebut tidak mudah. Birokrasi mementingkan cara, sementara saya mementingkan tujuan,” ujarnya.
Tetapi sesungguhnya tantangan terbesar di Kemenpar adalah birokrasi yang membuat lambat. Karena itulah untuk mempercepat pertumbuhan sektor pariwisata, dibutuhkan transformasi dari birokrasi menuju korporasi melalui teknologi digital, dan dilakukan deregulasi. Ia mencontohkan Vietnam yang saat ini mampu menjadi _investor darling_ dan _tourist darling_ sejak menerapkan deregulasi besar-besaran di sektor pariwisata.
Baca Juga: 16 Pemimpin Daerah Destinasi Wisata Unggulan Komitmen Kembangkan Wisata Halal
Akan halnya Bupati Banyuwangi, Azwar Anas yang juga hadir dalam acara itu, mengaku pihaknya sudah mulai meminimalisasi hambatan birokrasi di wilayah dengan membangun Mall Pelayanan Publik yang dikhususkan untuk layanan perizinan kepada investor dan masyarakat. Ia juga mengatakan, sektor pariwisata telah menjadi skala prioritas pembangunan di Banyuwangi.
“Saya sudah menerapkan kebijakan setiap bangunan baru di Banyuwangi harus bernilai destinasi wisata. Contohnya, kala PT INKA akan membangun pabrik kereta api, saya minta syaratnya, ada masjid dan museumnya. Akhirnya investor setuju dan akan dibangun museum kereta api terbesar di Asia dengan desain ala Banyuwangi,” ungkapnya.
Saat ini Banyuwangi juga telah menjadi salah satu tempat studi banding daerah lain untuk contoh pengembangan pariwisata. Sepanjang 2018, ada 47 ribu orang yang melakukan studi banding.
Sektor pariwisata juga telah menjadi skala prioritas bagi Provinsi Jawa Barat. Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, untuk menyukseskan pariwisata di Jawa Barat ada beberapa hal yang dilakukan, di antaranya penataan alun-alun, pembangunan pelabuhan, pusat bandara, dan bandara Kertajati.
“Sumber dana pembangunan di Jawa Barat berasal dari dana solidaritas umat, dana swasta, dana koordinasi kota dan kabupaten, dana provinsi, dan dana pusat,” ujar Uu.
Wisata andalan di Jawa Barat antara lain wisata bahari, wisata pegunungan, dan wisata religi. Namun, beberapa kendala yang masih dihadapi yakni adanya anggapan sebagian masyarakat bahwa pariwisata dekat dengan kemaksiatan.
“Kolaborasi dan inovasi menjadi dasar bagi pembangunan Jawa Barat menjadi daerah pariwisata, kota yang maju, dan menyejahterakan rakyatnya,” pungkasnya.
Ismail Sidik