travelounge.co | Jakarta – Pariwisata ramah Muslim telah bertransformasi dari segmen khusus menjadi arus utama dalam industri perjalanan global, didorong kuat oleh peran krusial wisatawan Muslim Indonesia. Pergeseran ini memaksa destinasi di seluruh dunia, mulai dari Tokyo hingga Dubai, untuk beradaptasi cepat demi memenuhi kebutuhan berbasis keyakinan.
Sebuah studi terbaru dari Vero dan GMO-Z.com menyoroti bahwa ketersediaan makanan halal menjadi prioritas utama pasar ini, dengan 89% Muslim Indonesia menempatkannya sebagai faktor paling penting saat bepergian.
Menurut Diah Andrini Dewi, Executive Director Vero Indonesia, penyediaan fasilitas halal oleh negara mayoritas non-Muslim memiliki dampak signifikan. “Kehadiran fasilitas halal dipandang sebagai bentuk kepedulian budaya dan rasa menghargai, yang membuat wisatawan Muslim merasa lebih diterima.”

Tuntutan sederhana dan nilai jati diri menjadi faktor kenyamanan ini membuat destinasi non-Muslim seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan kini bersaing ketat dengan negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Arab Saudi sebagai pilihan utama.
Chatrine Siswoyo, Senior Advisor ASEAN Vero, menjelaskan bahwa keinginan wisatawan Muslim Indonesia sebenarnya sederhana. “Yang mereka inginkan sebenarnya sederhana namun penuh makna, yakni kesempatan untuk menjelajahi dunia tanpa harus meninggalkan jati diri.”
Tuntutan akan akomodasi yang layak untuk menunaikan ibadah juga meningkat tajam. Pencarian untuk akomodasi dan hotel halal tercatat mencapai 7.456.100 kali antara Agustus 2024 hingga 2025, menunjukkan bahwa fasilitas ini bukan lagi sekadar kenyamanan, melainkan kebutuhan mendesak.
Perubahan ini juga didukung oleh peran besar influencer, yang ditunjuk oleh 89% responden sebagai sumber informasi utama. Diah Andrini menambahkan, para influencer berfungsi sebagai penghubung budaya yang menjembatani destinasi dengan wisatawan Muslim, membangun kepercayaan, dan menciptakan narasi yang autentik serta inklusif.
Dengan mewakili 12% populasi Muslim dunia, langkah Indonesia selanjutnya akan sangat menentukan masa depan pariwisata halal global. Sektor pariwisata ramah Muslim diproyeksikan tumbuh pesat dari USD 256,5 miliar pada 2023 menjadi USD 410,9 miliar pada 2032.

Menurut Hariyanto, Menteri Pariwisata Indonesia dan Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata, “Menjadi halal-friendly bukan sekadar soal label melainkan pengalaman yang dirasakan wisatawan. Di Indonesia, kebijakan sertifikasi halal dan infrastruktur ramah Muslim sudah menjadi standar.”
Secara keseluruhan, pariwisata ramah Muslim kini dianggap sebagai kebutuhan mendesak dan langkah strategis bagi sektor publik maupun swasta untuk membentuk ekosistem pariwisata global yang lebih inklusif. (Wulan A.)

