TRAVELOUNGE.CO I JAKARTA – Ini yang membedakan Kabupaten Bojonegoro dengan Kabupaten lainnya di Jawa Timur. Dibanding penampil lainnya, Duta Seni Budaya dari Kabupaten Bojonegoro relatif menonjol dalam mengenalkan seni budaya daerah, industri kecil dan kerajinan, serta potensi pariwisatanya. Hal ini terbingkai dalam penyelenggaraan acara Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur, di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Minggu (26/08/). Bojonegoro menampilkan drama tari berjudul Patra Ginawa Karya.
Ada simbiosis mutualisme antara seni pergelaran yang ditampilkan dengan kemampuan membangun atmosfir kearifan lokal melalui konstruksi instalasi seni, yang merujuk pada kesadaran makna tentang pentingnya menyangga budaya. Tim kesenian dari Kabupaten Bojonegoro ini, tidak hanya terfokus pada makna dan pengertian ‘pentas’ secara sempit di atas panggung. Melainkan mereka berhasil membangun elemen lain; tata ruang artistik di pelataran Anjungan Jawa Timur TMII, menjadi presentasi menarik bagi keunggulan potensi daerahnya.
Dalam pergelaran itu, Grup Kesenian Bojonegoro menampilkan tiga paket kesenian yang menjadi ciri khas dan karakter daerah ini, yakni tarian Encek Grenjeng, musik Oklik dan Pring Beling, serta drama tari berjudul Patra Ginawa Karya.
Tarian Encek Grenjeng, merupakan representasi sedekah bumi di dusun Grenjeng. Bentuk penghormatan kepada para leluhur, yaitu Akuwu Basunanda dan Nyi Lebdasari. Encek merupakan sesaji berisi makanan hasil bumi yang dipersembahkan sebagai bentuk sedekah bumi dan rasa syukur, dan menggelar kesenian Tayub (tarian persahabatan) sebagai hiburan kepada warga.
Sementara musik Oklik dan Pring Beling, merupakan seni pertunjukan yang diyakini sudah ada sejak zaman raja-raja Jawa. Musik ini mengajak warganya agar melakukan; membersihkan grumbul (desa-kampung), membuat pengairan untuk ladang, membuat apotik hidup, mendirikan cakruk (pos penjagaan), dan senantiasa berserah diri kepada Tuhan dalam bentuk doa usaha. Dengan usaha ini diyakini warga masyarakat akan terhindar dari berbagai kesulitan dan pagebluk (bencana).
Sebagai pergelaran utama grup kesenian dari Bojonegoro ini, menampilkan drama tari Patra Ginawa Karya. Mengisahkan tentang desa kecil di tepian hutan di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, desa Wonocolo dengan Ki Watah sebagai Lurahnya dan didampingi kedua istrinya, Narsih dan Nyai Watah. Ki Watah penguasa wilayah dan pengusaha “minyak patra”. Ki Watah memiliki anak bernama Darma yang menjalin cinta dengan Kinasih anak tukang timba lantung. Kisah masyarakat penambang minyak tradisional tersebut dikemas secara epik dengan tarian tradisional khas Bojonegoro.
Baca Juga: Menonton dan Memaknai Keindahan Drama Tari Prahara Mustika Tawangalun di TMII
Hadir di acara ini Kepala Badan Penghubung Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, *Drs. Dwi Suyanto, MM*, Kepala Sub Bidang (Kasubid) Pengelolaan Anjungan Badan Penghubung Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Timur, *Samad Widodo, SS, MM*, Bupati Bojonegoro terpilih dalam Pilkada 2018, *Anna Muawanah*, serta perwakilan dari Kementerian Maritim.
Para seniman yang terlibat di pergelaran ini, *Nunung Dianawati* (Penulis Cerita), *Adi Sutarto, S.Pd,* (Sutradara), *Nika Kusumawati, S.Pd* (Asisten Sutradara), *Boby Riski H* dan *Wahyu Adi Saputra* (Penata Panggung), *Eko Priyatno, S.Sn* (Penata Artistik), *Rian Susilo, S.Sn* (Penata Musik), *Dyas Kirana K, S.Pd* (Penata Tari), serta puluhan pengrawit, penyanyi dan penari.
Paket Kesenian Daerah dari Bojonegoro ini di bawah pembinaan Bupati Bojonegoro (Pj) , *DR. Suprianto, SH, MH*, selaku Pelindung. Sekretaris Daerah Kabupaten Bojonegoro (Pj), *Yayan Rohman AP, MM*, selaku Penasehat. Bertindak sebagai Pimpinan Produksi, Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata dan Budaya Disbudpar Kabupaten Bojonegoro, *Budiyanto , S.Pd*.
Para Juri Pengamat Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur adalah, Suryandoro, S.Sn (Praktisi dan Pengamat Seni Tradisi), Eddie Karsito (Wartawan, Penggiat Seni & Budaya), Dra. Nursilah, M. Si. (Dosen Seni Tari Universitas Negeri Jakarta), dan Catur Yudianto (Kepala Bagian Pelestarian dan Pengembangan Bidang Budaya TMII).
Ismail Sidik