Sate Kere Yogyakarta, Kuliner yang Menjadi Simbol Perlawanan Terhadap Penjajahan

Rhadzaki

travelounge.co | Jakarta — Para pecinta kuliner Jogjakarta mungkin tak asing lagi dengan salah satu makanan khasnya. Yup, Betul! Sate Kere atau Sate Koyor (Sandung Lamur). Makanan yang dulunya menjadi simbol perlawanan masyarakat Jawa terhadap bangsawan (penjajah) kini menjadi makanan yang digemari dari berbagai kalangan termasuk pejabat negara.

Sate kere banyak ditemui di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Bila kita berjalan dari selatan menuju Pintu Selatan Pasar Bringharjo kita akan menemukan para pedagang sate kere menjajankan daganganya.

Mereka ada yang berjualan diluar maupun di dalam pasar yang terletak di kawasan Malioboro ini. Ada dua tempat populer dan banyak dikunjungi para wisatawan yaitu Warung Sate Mbah Suwarni dan Warung Makan Bu Sum yang berada di dalam pasar, warungnya tidak pernah sepi pembeli, sate kere nya selalu menjadi salah satu menu andalan di warung ini.

Sate dari bahan dasar lemak atau gajih, koyor sapi ini memilliki keunikan tersendiri. Terutama dari namanya. Istilah kere dalam bahasa jawa punya arti miskin atau tidak mampu.

Sate Kere, Kuliner yang Menjadi Simbol Perlawanan Terhadap Penjajahan

Jadi, sate kere adalah satenya orang miskin atau gelandangan. Belum ada catatan sejarah siapa pencetus ide masakan ini. Namun dari cerita turun temurun, saat masa penjajahan sate daging termasuk makanan yang mewah, yang hanya mampu dimakan oleh orang-orang kaya dan bangsawan

Karena tidak mampu makan daging, maka mereka masyarakat bawah di Jawa membuat makanan serupa sate namun dari bahan dasar gajih atau lemak. Mengutip dari wikipedia, Sate Kere merupakan wujud perlawanan dari kalangan bawah kepada bangsawan dalam budaya feodal yang zaman dahulu masih kental dan masih dirasakan oleh masyarakat Jawa.

Seperti sate pada umumnya bumbu yang digunakan adalah kecap dan rempah-rempah untuk merendam gajih atau koyor sebelum dibakar agar bumbu meresap. Sate ini bisa dimakan dengan lontong atau nasi.

Nah, buat para pelancong yang ingin kulineran tapi pas-pasan bisa mencoba sate ini. Dengan harga Rp 3.000 pertusuk kamu sudah bisa menikmati sate khas Jogja yang menyimpan sejarah perlawanan masyarakatnya, dan yang pasti rasanya bikin nagih! (Yuli/Rhadzaki)

Berbagi: